Seorang wanita Ghamidiyyah itu mendatangi Rasulullah SAW
dan memohon kepada beliau agar dirinya dihukum rajam, karena telah
melakukan perzinahan. "Bersihkan saya" pinta wanita itu kepada Rasul.
Meski telah mendengar cerita perihal perzinahan itu dan
mendengar keterangan dari para saksi, baginda Nabi Muhammad SAW tidak
langsung memenuhi permintaan itu, bahkan menyuruh wanita yang telah
hamil itu untuk pulang. "Pulanglah janin yang ada dalam perutmu punya
hak untuk dilahirkan".
Dengan rasa sedih dan menyesal, wanita itu pulang dan
berniat kembali kepada Rasulullah setelah anaknya lahir. Saat-saat yang
ditunggu itupun datang, wanita itu kembali mendatangi Nabi SAW dengan
membawa anak yang baru dilahirkannya dan memohon agar ia dihukum rajam.
Untuk kedua kalinya Rasulullah menolak permintaannya. Kali ini alasan
Rasulullah adalah sang bayi perlu disusui selama dua tahun.
Setelah dua tahun menyusui, barulah Rasulullah memenuhi
permohonan itu dan segera mempersiapkan prosesi hukuman rajam terhadap
wanita yang sungguh-sungguh menginginkan dirinya kembali bersih itu.
Seperti diketahui, hukuman rajam bagi penzina yang belum
menikah adalah dicambuk seratus kali. Sedangkan hukuman rajam dengan
dilempari batu hingga mati, dikenakan kepada penzina yang telah menikah.
Karena si wanita ghamidiyyah itu belum menikah, maka ia akan dihukum
cambuk seratus kali dan Khalid bin Walid lah yang diberi tugas untuk
melaksanakan hukuman tersebut.
Prosesi rajam siap dilaksanakan, Khalid sudah siap dengan
cambuknya. Sementara didepannya, wanita itu dengan ikhlas siap menerima
satu persatu ayunan cambuk sang algojo. Disekelilingnya, Rasulullah dan
para sahabat serta masyarakat muslim lainnya menahan haru menyaksikan
detik-detik peristiwa 'penyucian diri' itu.
Darah pun meleleh seketika, dan ayunan cambuk pun terus
menerus 'membelai' tubuh wanita itu. Dan saat ayunan cambuk kembali
menghujam, cipratan darah mengotori gamis putih Khalid. Khalidpun marah,
tangan besarnya kembali menghujamkan cambuk berkali-kali dan dari
mulutnya keluar kata-kata serapah yang menghina si wanita dengan sebutan
'wanita kotor'.
Melihat amarah dan cacian Khalid yang menjadi-jadi itu,
Rasulullah berdiri dan berkata kepada Khalid bin Walid, "Sungguh darah
wanita itu lebih suci dari gamis putihmu".
Sungguh sikap ikhlas memagari permohonan hukum rajam itu. Si wanita, sangat memahami makna terkandung firman Allah, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(QS. Asy Syams:9-10). Ia bisa saja lari dari hukuman rajam ketika
berkali-kali Rasulullah memberinya 'kesempatan' untuk itu, toh dunia ini
luas dan ia bisa tetap hidup tanpa mengalami bentuk siksaan apapun.
Tetapi ia tidak ingin kelak Allah memberikan hukuman yang lebih berat
baginya diakhirat, hingga tak sejengkalpun ia lari dari hukuman
tersebut.
Banyak sudah manusia yang berbuat keji, maksiat dan
kerusakan. Dan tidak jarang perbuatan mereka berakibat buruk pada orang
lain ataupun lingkungan sekitarnya. Tanpa merasa bersalah, orang saling
membunuh satu sama lainnya, memakan harta yang bukan haknya, pemaksaan
kehendak, tidak peduli fakir miskin, berbuat anarkis serta berderet
perbuatan lain yang jelas-jelas Allah memurkainya. Sementara tidak ada
keinginan untuk bertaubat kepada Allah SWT maupun sejumput kata maaf
untuk orang-orang yang telah teraniaya olehnya.
Mereka juga seringkali berupaya untuk menutupi kejahatan
yang mereka lakukan, berbohong demi menyelamatkan diri dari hukuman, dan
tidak segan memakai topeng kebaikan untuk menyembunyikan kejahatan
mereka yang dahulu. Mereka, benar-benar tidak menyadari peringatan Allah
SWT, Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasannya) pula. Sementara Allah SWT selalu membuka pintu ampunan dan
menyediakan syurga seluas langit dan bumi bagi orang-orang yang bertaqwa
dan berbuat kebajikan serta orang-orang yang senantiasa mengingat Allah
apabila berbuat keji dan menganiaya diri sendiri.(QS.Ali
Imran:133-135).
Ia, tidak akan pernah pulas tertidur, bila tahu ada orang
yang tersakiti oleh lisannya, tidak merasa nikmat makan melihat
anak-anak yang kelaparan, ia akan lebih rela menelan makanan dari tempat
sampah ketimbang harus mencicipi hak orang lain, dan iapun akan
senantiasa menyerahkan dirinya untuk mendapat hukuman setimpal dengan
apa yang dilakukannya. Malam-malamnya akan terisi isak tangisnya memohon
ampunan kepada Allah, karena ia tahu, junjungannya, Muhammad Rasulullah
pun tak pernah lepas taubatnya.
Dan ia lah sang Pembersih jiwa sejati, Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu. (sumber : Era muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar