Aktivitas
harian kadang menghadirkan rasa bosan sampai ke tingkat jenuh. Badan
malas bergerak dan otak jadi malas mikir. Sangat tidak produktif! Yah,
hari itu giliran saya mengalami entah untuk yang keberapa kalinya.
Walau telah banyak buku teori yang dibaca sebagai penangkal, masih saja
gagal.
Bermalas-malasan
menjadi satu-satunya pilihan sambil berusaha merangkai khayalan yang
indah tentang segala obsesi yang belum tercapai. Silih berganti dengan
berandai-andai yang tanpa sadar membawa kepada rasa putus asa, "andai
saja…" dan sederet rasa penyesalan yang tak kunjung usai. (Jauh sekali
dari ummat dambaan Rasulullah: seorang mukmin yang kuat).
Kuasa Allah mengalihkan khayalan itu jadi sebuah perenungan yang panjang. Suara hati berebutan dalam proses penyadaran.
"Kamu
Pengecut, kamu tidak berani hidup! Orang yang berani hidup akan
memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, karena hidup yang sekarang hanyalah
sementara. Dia takkan menyia-nyiakannya, dia ingin hidup bahagia
selamanya disamping Rabbul Izzati”
“Bukankah
kamu pernah membaca? Rasulullah bersabda “dunia adalah sebaik-baik
kendaraan menuju akhirat". Dengan caramu sekarang, jangan harap deh kamu bisa menghasilkan yang terbaik".
"Wake up
donk! Atau kamu ingin bergabung bersama mereka yang bunuh diri hingga
kamu tidak perlu lagi capek di hari esok atau kamu akan biarkan syarafmu
tegang terus jadi tidak berfungsi hingga esok hari tidak usah berpikir
lagi?”.
“Allah
kuasa memberi peringatan dalam bentuk apapun. Kenapa harus menunggu
peringatan itu datang kalau akal sehat masih mampu memperbaiki kesalahan
yang terjadi? Menurut berita terbaru, 3 dari 1000 orang di Indonesia
sakit jiwa. Kamu ingin menambah panjang daftar itu?”
Na’udzubillaahi min
dzalik. Saya sadar... kemalasan telah 'mengecilkan' keberadaan Sang
Khalik yang telah mempersembahkan semua yang terbaik untuk hamba-Nya.
Awan beraneka rupa, tak pernah sama dari hari ke hari. Dihadirkan-Nya
duka agar saya bisa merasakan indahnya bahagia, dihadiahi-Nya rasa gagal
agar saya bisa memanjatkan syukur yang tak berhingga ketika berhasil.
Sayalah yang menjadikan hidup terasa menjemukan. Astaghfirullahal’adziim. Sesungguhnya Allah tidak pernah zalim kepada hamba-hambaNya. Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu minazhaalimin.
Ya,
segala hal yang bersifat manusiawi selalu bisa jadi alasan hingga kita
permisif dalam menyikapi kemalasan dan kejenuhan. Bukan berarti, kita
harus memaksakan diri dalam melakukan suatu pekerjaan. Bukan! Masih
banyak alternatif lain untuk menjadikan hidup bermakna. Hobi tidak
pernah mendatangkan rasa jenuh bukan? Namanya juga hobi –hal-hal yang
disukai dan disenangi. Bagi yang hobi memasak, segera bangkit dari
tempat tidur, masak makanan terbaik dan suguhkan untuk keluarga
tercinta. Bagi yang hobi jalan-jalan, simaklah keagungan ciptaan-Nya dan
ajaklah anak yatim, bahagiakan hati mereka. Percayalah, kebahagiaan itu
menular! Bagi yang hobi membaca, bacalah sebanyak-banyaknya buku, cari
hikmahnya dan ceritakan kepada yang lain. Tanpa disadari, kita sudah
berdakwah. Atau langkahkan kaki ke rumah sahabat lama, guru atau orang
yang pernah menyakiti kita sekalipun. Yakinlah, silaturahmi bisa merubah
suasana hati. Dan jika memang terlalu lelah, berdzikirlah dalam diam...
rasakan bahwa Dia begitu dekat... dekaaaat sekali...
Ah,
ternyata dunia ini sungguh indah. Kunci menghilangkan rasa jenuh,
ternyata sangat sederhana: BERGERAK! Hingga kita akhirnya hanya punya
dua pilihan: ingin hidup seratus tahun lagi untuk berkarya atau ingin
mati besok karena kita yakin hidup kita selama ini telah mengantongi
cukup bekal dalam menyongsong kehidupan hakiki di surga-Nya. BERANI
HIDUP!!! Waallahualam. (sumber : Eramuslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar