Secara sadar kita mengerti dalam menggapai sesuatu yang tinggi “cita-cita”, kita selalu berusaha dengan kerja keras, karena tidak mungkin tingginya keinginan kita akan sesuatu tetapi kita lakukan dengan tanpa usaha dan kerja keras, ini sesuai yang di jelaskan dalam kitab Shohih Muslim dari Yahya bin Abu Katir (w;129 H) berkata; “tidaklah mungkin kita mendapatkan (memahami, mengerti) ilmu yang kita inginkan, dengan santai (tanpa jerih payah)”. Dan Imam Abu Fadol Ahmad Bin HUsein Bin Yahya Almahdali berkata; “ilmu itu diibaratkan sebuah pohon, dan tidak mungkin pohon itu baik kecuali dengan dipelihara, disiram, dipupuk, diairi dan lainya”.
Oleh karenanya salah satu motifasi kuat untuk kita mendapatkan ilmu yang barokah adalah dengan cara yang mudawwamah dan istiqomah, mudawwamah artinya kita terus langgeng tanpa mengesampingkan unsur wajib yang kita fahami dan miliki dalam memahami dan belajar pada disiplin ilmu yang dipelajari, mudawwamah berarti terus menerus dalam menggali ilmu syari’at sesuai dengan tuntunan dan tertib yang ada dalam majelis ilmu itu sendiri. Dan Istiqomah jejeg atau ajeg atau tetap, ibarat orang menggali sumur, kalau belum keluar air, kita frustasi dan terus berpindah ke lain tempat, berarti inkosistensi diri mengakibatkan rusaknya tatanan dan mementahkan pekerjaan yang finnally.
Contohnya :
Seperti santri mondok di dalam pesantren , yang merujuk dalam pengertian mudawwamah dan istiqomah adalah faktor dimana santri harus konsisten untuk selalu berada dalam lingkungan pesantren, karena secara habitat, santri itu sudah “pindah alam”, yaitu dari alam pemanjaan, inkosisten, emosional, irasional dan “sekarep dewek” menuju alam tertib, disiplin, dinamis, tegak serta aturan yang mengikat. Ketertiban, kedisiplinan dan keteraturan adalah sistim yang mengikat santri untuk kemajuan dan mendorong kedewasaan santri itu sendiri, tanpa mengesampingkan hak dan kewajiban santri yang bernuansa sosial, agamis dan humanis. Perpindahan alam itu mentolelir dirinya seutuhnya agar muat merawat, meruwat dan konsisten terhadap aturan serta program yang dilaksanakan oleh pesantren. Hasilnya adalah santri mudah beradaptasi dengan lingkungan pesantren, memunculkan tanggung jawab yang tinggi serta mampu mereduksi dan memahami visi dan misi dalam pesantren. Dan yang terpenting adalah menyadari dan memahami kondisi diri santri itu sendiri.
Berbeda dengan itu semua, adalah mereka “para santri” yang tidak konsisten “istiqomah dan mudawamah” di pesantren. Santri yang sering keluar pesantren, atau yang sering izin pulang dan mereka yang sering mementingkan ego personal santri. Jadi secara tidak langsung mereka hidup dalam dua alam yang berbeda, dalam kesadaran dan alam ketidak sadaran, dan ini muncul secara bersama sehingga efek yang dikedepankan adalah emosional dan irasional, dan ini berdampak buruk pada perkembangan psikologi santri itu sendiri; akibatnya kadang santri mempunyai kepribadian ganda; yaitu alam sadar dalam posisi menyadari dia sebagai santri yang penuh tanggung jawab pondok dan kesantriannya dan yang ke dua adalah alam bawah sadar; yang justru masih bersikap enjoy, emosional, dan irasional “sekarepe dewek”. Sehingga santri tersebut plin plan dalam mengambil sikap bijaknya dan rendahnya motivasi keilmuan keagamaan dan motivasi diri dalam bertholabul ilmi. Oleh karenanya intrest mudawamah dan istiqomah adalah sesuatu yang wajib untuk diterapkan untuk semua santri sehingga bisa tercapai dengan jargon yang selama ini kita harapkan yaitu santri yang nafiatan fiddiini waddunya. Aamin!
_______________________
Sumber : Hj. Fitriyah Yahya (http://raudlatulbanat.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar