PRAKATA

- HIDUP adalah sebuah pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekwensi-nya. Silahkan saja membenarkan diri terhadap apa yang telah dilakukan, tapi hati tidak pernah bohong dan parameter hukum/norma yang paling sempurna hanyalah ketentuan Allah SWT, jadi segeralah menuju pintu taubat, selama nafas masih ditenggorokan serta pintu taubat masih terbuka, sebelum segalanya jadi terlambat & penyesalan yang tiada guna lagi (Jkt, Juni 2012 rev.@jogja 8 Mei 2018) -

Minggu, 06 Desember 2020

Ketika Pemburu Rente Merambah Program Bansos

Kegemparan yang terjadi sebagai akibat OTT (Operasi Tangkap Tangan) Menteri KKP belum usai. Minggu, 6 Desember dinihari, publik kembali dibuat terkejut dengan operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK yang melibatkan pejabat utama di Kementerian Sosial. Kali ini tidak tanggung-tanggung, dana yang disalahgunakan adalah dana bantuan sosial (bansos) penanggulangan wabah Covid 19.

Seperti yang diketahui, ketika wabah virus korona melanda Indonesia, pemerintah telah mengucurkan triliunan rupiah untuk mengurangi beban masyarakat yang terdampak dari virus korona tersebut melalui berbagai program bantuan jaringan pengaman sosial. Namun niat baik pemerintah tersebut dinodai oleh ulah para pemburu rente yang terdiri dari oknum penguasa (pejabat di Kementerian Sosial) dan para pengusaha yang terlibat dalam penyaluran bansos tersebut.

Bagaimana para pemburu rente bisa merambah program bantuan sosial, sebuah program yang sangat "sakral" untuk dikorupsi?

Penurunan Pendapatan

Tekanan dari sisi permintaan dan penawaran pada saat wabah Covid 19 menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian yang berakibat pada penurunan pendapatan.

Dari sisi ekonomi, penurunan pendapatan akan berdampak pada penurunan konsumsi masyarakat yang pada gilirannya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi mengingat sebagian besar (sekitar 50%) pertumbuhan ekonomi Indonesia dihela oleh komponen konsumsi rumah tangga. Untuk mengatasi penurunan daya beli tersebut, maka pemerintah Indonesia menggelontorkan stimulus ekonomi yang sangat besar yaitu senilai Rp 695.20 triliun.

Dari sejumlah dana stimulus ekonomi tersebut, sebesar Rp 203.90 triliun dialokasikan untuk program perlindungan sosial yang harus disalurkan untuk bantuan sembako, Bansos Jabodetabek, Bansos Non-Jabodetabek, Pra Kerja, Diskon Listrik, Logistik/pangan/sembako dan BLT Dana Desa. Dana yang dijadikan bancakan tersebut adalah dari bantuan paket sembako.

Dengan asumsi tidak terdapat kebocoran (baca: tidak terjadi korupsi), hasil analisis yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Ekonomi IPB dengan menggunakan model keseimbangan umum menunjukkan bahwa penyaluran dana stimulus ekonomi mampu mengurangi dampak negatif wabah Covid 19 terhadap penurunan pendapatan riil rumah tangga. Secara total, penyaluran dana stimulus ekonomi mampu meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 8.74%.

Di wilayah pedesaan dampak positif dari dana stimulus ekonomi tersebut lebih dirasakan yang ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan riil rumah tangga. Di wilayah perkotaan stimulus ekonomi tersebut memang belum mampu meningkatkan pendapatan riil rumah tangga, namun mampu menahan laju penurunan pendapatan riil rumah tangga dibandingkan jika pemerintah tidak menyalurkan dana stimulus ekonomi.

Jika dana bantuan tersebut dikorupsi, maka berarti telah terjadi kebocoran dalam penyaluran dana yang berasal dari stimulus ekonomi tersebut. Kondisi tersebut akan menyebabkan dampak positif dari adanya penyaluran dana stimulus ekonomi tersebut menjadi tidak seperti yang diharapkan mengingat sebagian besar dana tidak sampai ke masyarakat. Dengan demikian program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga menjadi tidak tercapai sebagai akibat dari aksi tidak terpuji dari para pemburu rente.

Mengusik Hati Nurani

Kita sudah sering mendengar bahwa aksi para pemburu rente terjadi hampir di semua sektor di Indonesia terutama di kegiatan ekspor dan impor komoditas pangan. Ketika para pemburu rente tersebut merambah ke program bantuan sosial tentu saja masyarakat merasa kaget karena aksi tersebut telah mengusik hati nurani publik. Masyarakat tentu saja bertanya-tanya bagaimana mungkin dana yang diperuntukkan bagi kaum miskin dan warga yang terkena PHK akibat wabah Covid-19 tersebut dikorupsi?

Jawabannya adalah karena adanya perilaku oportunistik dari para pelaku ekonomi sebagaimana yang disampaikan oleh Williamson (1979). Pelaku ekonomi di sini mengacu kepada individu konsumen (rumah tangga), perusahaan, dan pemerintah.

Ketika pihak penguasa (pemerintah) dan pengusaha yang memiliki perilaku oportunistik tadi berkolusi, maka perburuan rente sudah dimulai. Para pemburu rente di sini mengacu kepada orang-orang yang berusaha mendapatkan tambahan kekayaan padahal mereka tidak memiliki kontribusi dalam kegiatan produksi dan penciptaan nilai tambah suatu barang.

Pihak penguasa (pemerintah) merupakan pihak yang memiliki kuasa untuk mengalokasikan sumber daya di suatu negara melalui serangkaian kebijakan yang dibuatnya. Pada kasus pengalokasian dana bansos, pihak Kementerian Sosial memiliki kuasa untuk menunjuk rekanan (pengusaha) terkait pengadaan sembako tersebut.

Pengusaha mana yang akan ditunjuk sebagai rekanan? Tentu saja bukan berdasarkan pada kapasitas perusahaan untuk menyediakan paket bansos dengan harga yang reasonable dan kualitas yang bagus.
Alih-alih kuasa tersebut malah diberikan kepada pengusaha yang bersedia menyediakan fee bagi pihak Kementerian Sosial. Oknum dari Kementerian Sosial mendapatkan fee sebesar Rp 10 ribu dari pengusaha yang ditunjuk untuk mengadakan paket sembako tersebut.

Mengingat paket sembako yang berasal dari dana stimulus ekonomi yang disalurkan bernilai triliunan, maka tidak mengherankan jika fee yang sudah berhasil dikumpulkan oleh para oknum tersebut berjumlah sekitar Rp 17 miliar.

Ironis memang, mengingat uang tersebut seharusnya disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan untuk dapat bertahan di tengah serangan wabah Covid-19. Perilaku para pemburu rente yang mementingkan keuntungan pribadi tersebut tentu saja sangat merugikan masyarakat, sehingga tidak mengherankan jika dunia maya sejak Minggu dini hari gempar mengutuk aksi para pemburu rente tersebut.

Aksi yang dilakukan oleh para pemburu rente di tengah wabah korona tentu saja harus dihentikan karena berdampak negatif terhadap kondisi perekonomian nasional. Upaya yang dilakukan oleh KPK sudah tepat yaitu memberi peringatan yang diikuti dengan OTT kepada pihak pemburu rente tersebut.

Pernyataan tegas dari Presiden yang menyatakan tidak akan melindungi koruptor merupakan suatu peringatan keras dan shock therapy kepada para pemburu rente yang masih merasa aman berburu di sektor-sektor lainnya.


Sahara Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB

____________________________________

Sourche : //news.detik.com/kolom/d-5284951

Upload by : cak_1 @ Jkt 07122020

Rabu, 18 November 2020

Ketika Fir’aun Berkuasa

Ketika Fir’aun berkuasa, dirinya dikelilingi pemuka agama, konglomerat, dan juga para penjaga keamanan.

Ketika Fir’aun berkuasa, di sisi kanannya ada Bal-am bin Ba’ura. Bal-am adalah seorang pemuka agama, yang dengan penguasaannya atas dalil-dalil agama di zamannya, dia memutar-mutar lidahnya demi membenarkan semua tindakan Fir’aun dan dengan kejinya menuding orang-orang yang memperjuangkan kebenaran sebagai penjahat dan kriminal. Bal’am menjual akherat dan agamanya demi kehidupan dunia yang bergelimang harta.

Ketika Fir’aun berkuasa, di sisi kirinya ada Qarun. Qarun adalah seorang pengusaha yang kaya raya, dimana seluruh harta kekayaannya tidak bisa dihitung di masa itu. Dengan kekayaannya ini dia menjadi penopang utama kekuatan rezim Fir’aun. Dengan ‘memelihara’ Firaun maka Qarun bisa mendapatkan banyak sekali keistimewaan-keistimewaan dan segala konsensi yang dia inginkan untuk lebih memperbanyak harta dunianya. Qarun tidak pernah terpuaskan dahaganya terhadap kekayaan dan kekusaan dunia, termasuk segala kelezatan duniawi yang didapatkannya berkat kedekatannya dengan Fir’aun.

Ketika Fir’aun berkuasa, angkatan perang dan aparat keamanan semuanya berada di dalam genggaman tangannya. Dengan sewenang-wenang Fir’aun bisa setiap saat memerintahkan aparatnya untuk menangkapi dan bahkan menghabisi orang-orang yang tidak disukai atau yang melancarkan kritik kepadanya. Bagi Fir’aun, segala perkataan dan tindakannya adalah hukum yang harus ditaati oleh siapa pun. Segala perkataan dan tindakannya adalah kebenaran. Jika Fir’aun mengatakan air di lautan berwarna hitam, padahal jelas-jelas terlihat biru di depan mata, maka semua rakyatnya harus meyakini jika air laut memang berwarna hitam. Jika pun Fir’aun mengucapkan kedustaan, maka rakyat semuanya harus tunduk dan percaya jika kedustaannya Fir’aun adalah kebenaran.

Fir’aun ingin berkuasa selama-lamanya. Kekuasaan atas dunia sangat melenakan dan sangat dinikmatinya. Sebab itu dia selalu membunuh semua kritik dan sikap permusuhan yang dilakukan oleh siapa pun. Bahkan dengan cuma mengandalkan kecurigaan, dia bisa menghabisi orang yang dianggap bisa sebagai lawannya. Di masa itu, Fir’aun membunuh semua bayi laki-laki hanya karena dia bermimpi seorang bayi laki-laki akan lahir dan setelah besar akan menjadi lawannya yang tangguh yang mampu mengalahkannya.

Ketika Fir’aun berkuasa, semua yang ada di dekatnya merasa kekuasaan mereka abadi.

Namun Allah Subhana wa Ta’ala punya kehendak. Makaru wa makarallah. Tidak ada kejahatan yang abadi di dunia. Allah Swt akan memunculkan orang-orang pemberani dan yang hanya taat kepada-Nya, yang melakukan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan Fir’aun dan semua pendukungnya. Mereka dengan gagah berani melawan semua kemungkaran. Mereka menyatakan perang terhadap segala kemaksiatan dan kezaliman, dan sangat merindukan mati syahid.

Tidak ada kejahatan di muka dunia ini yang abadi. Tidak ada pemimpin zalim di dunia ini yang bisa hidup selamanya. Dunia berputar, dan kezaliman akan selalu digantikan oleh keadilan. Itu sudah sunnatullah.

Bagi mereka yang tak pernah lelah dan tak pernah surut memperjuangkan kebenaran, bersabarlah. Karena ketika Fir’aun berkuasa, dengan sangat kuat dan nyaris tak terkalahkan, tiba-tiba muncul Musa a.s dari dalam istananya sendiri, yang memimpin perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran, yang mengalahkan Fir’aun dan seluruh pasukannya hingga ditelan amarah Laut Merah. Yakinlah, kebenaran insyaAllah akan  menang.

______________________________

Shource : Eramuslim.com

Updated : By Cak_1 @Jkt 19112020

 

Kamis, 05 November 2020

Hidup Tenang di Masa Pensiun

Mau Hidup Tenang Tanpa Tinggalkan Utang Saat Pensiun?
Berikut Tipsnya
****

MEMASUKI masa pensiun, idealnya sudah tidak ada lagi beban utang. Namun, terkadang kenyataan berbicara lain. Di masa pensiun justru terbelit utang, padahal sudah tidak ada penghasilan sama sekali. Legowo Kusumonegoro, Advisor of WAM Indonesia, akan berbagi tips bagi para pekerja yang masih produktif agar terhindar dari utang di masa pensiun kelak.

1). Siapkan dana pensiun sejak dini

Berdasarkan hasil riset Aging Asia yang dilakukan oleh Manulife, dengan semakin panjangnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia, maka jumlah dana yang harus disiapkan oleh pasangan suami istri untuk masa pensiunnya kelak rata-rata sebesar 25,8 tahun pengeluaran. Namun, sebaiknya Anda menambah lagi 6-11 tahun pengeluaran dalam perencanaan pensiun, menjadi 31,8-36,8 tahun pengeluaran, dengan pertimbangan kemungkinan istri hidup lebih lama.

Apakah Anda sudah punya dana simpanan sebanyak itu? Jika belum, segera siapkan. Manfaatkan gaji, THR, dan bonus Anda untuk diinvestasikan saat ini dan dimanfaatkan di masa pensiun kelak. Jika perlu, Anda bisa menambah penghasilan dari kerja sambilan selagi masih produktif. Semakin dini Anda mulai, semakin besar manfaat compounding interest yang bisa Anda nikmati. Jika saat ini Anda sudah menjelang usia pensiun namun belum mempunyai dana yang cukup, pertimbangkan untuk tetap bekerja di usia pensiun. Tujuannya, agar kebutuhan hidup Anda kelak dapat terpenuhi tanpa perlu berutang.

2). Bebaskan diri dari utang konsumtif

Utang konsumtif merupakan beban bagi cash flow. Dengan memiliki utang konsumtif – baik berupa utang kartu kredit, KTA, utang ke saudara/teman, dan lain sebagainya – maka porsi uang yang bisa Anda sisihkan atau investasikan untuk digunakan masa pensiun nanti menjadi lebih sedikit. Tanpa disadari, utang konsumtif di masa produktif ini akan berdampak pada tingkat kesejahteraan Anda di masa pensiun kelak.

3). Mempersiapkan diri untuk pensiun

Sekarang, saya ingin mengajak Anda untuk mulai membayangkan seperti apa gaya hidup Anda di masa pensiun kelak. Yuk kita mulai! Saat pensiun nanti, Anda tinggal di rumah yang sebesar apa? Rumah itu ada di kota atau daerah mana? Anda bepergian mengunjungi anak-anak, cucu-cucu, dan para kerabat serta sahabat dengan menggunakan kendaraan apa?

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Anda akan mulai punya bayangan seperti apa masa pensiun Anda kelak. Untuk mewujudkan masa pensiun seperti yang ada di bayangan Anda tadi, sangat penting untuk mempersiapkan fisik, mental, dan keuangan Anda. Dengan persiapan yang matang sejak jauh hari, Anda bisa menyesuaikan gaya hidup secara bertahap, sehingga bisa menikmati masa pensiun dengan bahagia, tanpa tergoda untuk meminjam uang kesana-kemari di masa pensiun kelak. Dengan begitu, kesehatan fisik dan mental Anda dapat lebih terjaga.

4). Jangan lagi berutang menjelang pensiun

Jauh sebelum tanggal pensiun, pertimbangkan kebutuhan transportasi dan tempat tinggal yang akan Anda gunakan di masa pensiun nanti. Apakah nantinya Anda akan menggunakan transportasi umum atau kendaraan pribadi? Usahakan agar tidak ada cicilan kendaraan, setidaknya dua tahun jelang tanggal pensiun. Tujuannya adalah agar Anda bisa benar-benar menyimpan dana secara maksimal dan mulai menyesuaikan gaya hidup. Jangan sampai Anda masih memiliki cicilan mobil di saat sudah pensiun.

Dalam perencanaan pensiun secara komprehensif, kebutuhan tempat tinggal juga harus dipikirkan, bahkan diutamakan. Pertimbangkan untuk tinggal di rumah yang berukuran lebih kecil atau pindah ke daerah dengan biaya hidup yang lebih rendah. Pikirkan dan rencanakan dengan baik bertahun-tahun sebelum tanggal pensiun Anda: dimana Anda akan tinggal sewaktu pensiun nanti. Dengan begitu, Anda punya waktu yang cukup untuk melunasi cicilan rumah tersebut sebelum tanggal pensiun.

5). Cari asuransi kesehatan yang sesuai

Seiring bertambahnya usia, pos biaya kesehatan akan ikut bergerak meningkat. Maka, Anda harus mencari asuransi kesehatan yang terjangkau dan sesuai dengan kebutuhan Anda beserta anggota keluarga yang masih akan menjadi tanggungan Anda kelak.

6). Siapkan dana darurat

Walau sudah pensiun, Anda tetap harus punya dana darurat. Jadi, dana darurat bukan hanya harus dimiliki oleh para pekerja di usia produktif, tetapi juga oleh para pensiunan. Nantinya, dana ini bisa Anda gunakan untuk membiayai biaya rawat jalan atau konsultasi dokter dan obat-obatan yang tidak ditanggung oleh pihak asuransi dan BPJS Kesehatan. Selain itu, dana darurat juga bisa digunakan pula untuk memperbaiki rumah yang bocor, perawatan kendaraan, dan lain sebagainya.

Tidak ada yang ingin terbelit utang, apalagi di usia senja saat kondisi kesehatan sudah memburuk. Semua orang ingin menikmati masa tua yang sejahtera. Selagi masih ada waktu, siapkan mulai hari ini.
****

Upload By Cak_1 @Jkt 06112020
Source : Copyright © 2020 KRJogja.com (06112020)

Senin, 26 Oktober 2020

Kejahatan Orang Baik-Baik

Anda ingin tahu bagaimana manusia sepanjang hidupnya mengalami disorientasi dan kekacauan pikiran sehingga mampu mengubah emosinya menjadi energi luar biasa untuk membunuh dan bertindak banal? Bolehlah mengenal Raskolnikov, tokoh novel Kejahatan dan Hukuman, yang memutuskan membunuh Lizaveta hanya agar ia diputuskan pacarnya Sonia.

Membunuh manusia bagi Raskolnikov bukan kejahatan, tapi hanya satu tindakan yang harus dipilihnya agar Sonia punya alasan untuk tidak menyukainya. Namun, kekasihnya itu justru tetap menyukainya meskipun sepanjang hidupnya menyesalkan tindakan pembunuhan yang dilakukan Raskolnikov itu sebagai sebuah kebodohan. Dalam pandangan Sonia, membunuh bukan sebuah kejahatan kemanusiaan, tetapi sebuah kebodohan yang layak disesalkan, karena Sonia dibutakan oleh rasa cintanya kepada Raskolnikov.

Sebaliknya, perasaan cinta yang hebat kepada Sonia membuat Raskolnikov memutuskan membunuh Lazaveta, karena hanya dengan jalan itu dia menyakini Sonia akan menolaknya sehingga dia akan bertemu jodoh lain yang lebih bagus dan hidup bahagia.

Raskolnikov adalah rekaan Fyodor Dostoyewsky, seorang sastrawan Rusia, yang menulis novel Kejahatan dan Hukuman ini. Di dunia nyata, ada banyak manusia seperti Raskolnikov. Di sekitar kita, ada banyak manusia yang lebih keji dan kejam dibandingkan Raskolnikov. Mereka, bahkan, tak membunuh secara langsung, tapi pelan-pelan. Orang yang dibunuh pun tak menyadari pembunuhan atas dirinya, dan malah mendukung usaha pembunuhan terhadap dirinya.

Untuk yang terakhir ini, kita bisa mengikuti sejarah kolonialisme. Di negara kita, meskipun kolonialisme Belanda sudah hengkang sejak tahun 1950 --pascarevolusi fisik yang ditandai dengan berakhirnya agresi militer kedua-- masih banyak warga bangsa yang memuja-puja Belanda. Mereka hidup nyaman saat Belanda berkuasa seperti para amtenaar, atau malah pejabat militer di KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indische Leger).

Di rumah-rumah tua dari keluarga raja-raja kecil di berbagai belahan negeri ini, sering dijumpai potret hitam-putih para keluarga raja, atau sertifikat-sertifikat yang dipajang di dinding dan pada sertifikat itu ada lambang Kerajaan Belanda. Para penghuni rumah itu selalu memuja Belanda sebagai "malaikat", karena leluhur mereka menjadi raja pada masa kekuasaan Belanda, dan hidup mereka menjadi terhormat padahal sebelumnya mereka bukan siapa-siapa di lingkungannya.

Memuja-muja penjajah sebagai "malaikat" dapat menimbulkan konflik. Revolusi sosial yang terjadi di Sumatra Utara salah satu contohnya. Ketika Allied Forces Nederland East Indie (AFNI), divisi milik Sekutu yang bertugas menerima penyerahan Jepang kepada Indonesia di bawah komando Brigjen T.E.D Kelly, mendaratkan kapal perangnya di Belawan, dari lambung kapal itu, ternyata, tidak hanya AFNI yang keluar, tapi juga NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

NICA adalah organisasi pemerintahan sipil yang dibentuk Belanda. NICA kemudian menghubungi para sultan di Deliserdang, menjanjikan akan kembali memberi mereka kemewahan hidup yang pernah hilang di zaman Jepang, tetapi mereka harus membantu Belanda menguasai kembali Sumatra Timur. Rakyat tidak menerima sikap para sultan, lalu meledak revolusi sosial yang membunuh keluarga para sultan, termasuk penyair Amir Hamzah.

Kita juga bisa menjejerkan daftar para koruptor, apalagi mereka yang sebelumnya berasal dari kalangan elite di negara ini. Sebut saja para wakil rakyat di DPR, mereka yang kemudian menjadi tersangka hingga terpidana dalam kasus korupsi, sesungguhnya adalah para pembunuh yang lebih kejam dibandingkan Raskolnikov.

Dengan kekuasaan untuk melegislasi peraturan perundang-undangan, para wakil rakyat merencanakan pembunuhan besar-besaran terhadap seluruh warga bangsa. Mereka menginisiasi revisi peraturan perundang-undangan agar lebih mengakomodasi kepentingan dirinya dan kelompoknya. Meskipun sadar dampaknya akan menyengsarakan dan membunuh rakyat, wakil rakyat bergeming dengan keputusannya, lalu tujuan utama dikristalisasi lewat negosiasi dan tawar-menawar kepentingan dengan eksekutif.

Peraturan perundang-undangan yang dilegislasi, terutama yang berkaitan dengan perhitungan-perhitungan ekonomi, pada kenyataannya adalah dokumen berisi perjanjian pembunuhan rakyat secara pelan-pelan. Sejak pembahasan awal APBN maupun APBD dikomunikasikan untuk kepentingan rakyat agar terbangun tata simbolik yang stabil di dalam diri rakyat, namun pada kenyataannya, APBN maupun APBD hanya memuat daftar kepentingan anggota legislatif yang sudah diakomodasi atas nama publik konstituen. Satu per satu anggota legislatif kemudian ditangkap karena korupsi. Modusnya tak pernah jauh dari masalah bancakan anggaran dalam APBN maupun APBD.

Semua angka yang tertera dalam APBN maupun APBD, yang dipersiapkan untuk menjawab visi dan misi Presiden maupun Kepala Daerah dalam bentuk program-program kerja di kementerian dan lembaga, sudah distempel sebagai milik elite partai-partai politik tertentu. Kepemilikan diatur sejak penataan kabinet, bahwa menteri dari partai A akan menyerahkan semua urusan pengelolaan anggaran di kementeriannya kepada wakil rakyat di DPR yang berasal dari partai A

Kejahatan korupsi di negeri ini biasanya dilakukan berjamaah. Bila dalam berjamaah itu ternyata para koruptor tidak berasal dari partai yang sama, maka hubungan di antara mereka beririsan ketika mereka berasal dari alat kelengkapan DPR (komisi) yang sama. Para pelaku kejahatan itu pun biasanya bukan orang jahat berhati kejam dan penuh dendam, tapi mereka yang sering tampil di hadapan publik sebagai seorang agamis, seorang hakim yang adil, dermawan yang rutin menyumbang hartanya ke panti sosial, atau pejabat negara yang santun dan dikenal luas sebagai orang yang sangat baik.

Lantaran latar belakang para koruptor adalah orang baik-baik, kita semakin permisif atas perilaku kejahatan korupsi. Tak jarang terdengar, orang yang terlibat dalam korupsi dan tidak ikut menikmatinya, yang biasanya berasal dari lingkungan bukan elite, digiring sebagai terdakwa kemudian jadi terpidana. Publik memberi pembelaan, bahwa orang-orang seperti itu telah dikorbankan, seakan-akan mereka hanya tumbal dalam kejahatan yang sebetulnya dilakukan oleh orang lain. Proses penegakan hukum kemudian dikritisi sebagai hanya mampu menangkap "ikan-ikan kecil", tapi tidak kuasa menjaring "ikan-ikan bebar".

Gatot Pudjo Nugroho, mantan Gubernur Sumatra Utara yang divonis sebagai koruptor, pernah menjadi saksi dari sejumlah anggota legislatif yang jadi tersangka atas kasus korupsi yang sama. Di hadapan para jaksa, Gatot yang sejak awal karier sebagai Wakil Gubernur Sumatra Utara --menggantikan Gubernur yang terpaksa berhenti karena korupsi-- dicitrakan oleh partai politiknya sebagai "orang bersih" dan bebas dari segala bentuk kejahatan korupsi, mengatakan bahwa ada "uang ketok" yang mesti disetorkan bila legislatif di DPRD Sumatra Utara ingin melegislasi sebuah peraturan daerah yang menyangkut penggunaan uang rakyat.

"Uang ketok" adalah ongkos yang harus dibayarkan eksekutif kepada legislatif, seakan-akan pekerjaan melegislasi peraturan daerah adalah pekerjaan tambahan bagi legislatif yang berkaitan dengan profesionalisme wakil rakyat, dan tarifnya harus dinegosiasikan antara legislatif sebagai pemilik jasa legislasi dengan eksekutif selaku penerima jasa legislasi.

Kejahatan korupsi berlangsung sistemik. Ini tak hanya terjadi di Sumatra Utara, di daerah yang indeks korupsinya selalu lebih tinggi dibandingkan daerah lain. Kejahatan korupsi yang sistemik ini patut disesalkan, karena ini membuktikan bahwa martabat telah hilang dari berbagai lini dalam masyarakat kita, entah itu di pemerintahan, legislatif, entah peradilan.

Rumus "jilat atas, injak bawah" cukup merasuki birokrasi, perusahaan, dan organisasi dalam masyarakat kita. Dari politik uang para kandidat selama pemilu dan pilkada sampai praktik jual beli keputusan pemimpin, seperti dalam jaringan para calo anggaran, menunjukkan kenyataan vulgar bahwa politik itu sendiri tidak lagi merupakan tindakan autentik yang berdaulat, tetapi merosot menjadi barang dagang dalam pasar kuasa.

_____________________

Oleh : Budi Hatees peneliti di Sahata Institute, tinggal di Sipirok, Tapanuli Selatan

Sumber : https://news.detik.com/kolom/d-5230212/kejahatan-orang-baik-baik 27102020

Upload : by_Cak1 (@Jkt 27102020)

 

Rabu, 25 Maret 2020

Wabah dan Sikap Ilmiah


Musuh terbesar manusia adalah ketidaktahuannya sendiri. Ketidaktahuan inilah yang akan terus menggoda manusia untuk membuat cerita-cerita fantastis tentang dirinya, sesamanya, dan juga lingkungan sekitarnya. Kecenderungan ini ada di setiap masa, dengan konteks dan spektrum yang berbeda.

Cerita fantastis yang dibuat oleh seorang manusia tentang dirinya sendiri kita sebut sebagai sikap delusional atau waham kebesaran. Cerita fantastis yang dibuat oleh seorang manusia tentang sesamanya kita sebut sebagai gosip. Cerita fantastis yang dibuat oleh seorang atau sekelompok orang tentang lingkungan sekitarnya kita sebut sebagai mitos.

Di balik cerita-cerita megah dan fantastis itu sebenarnya terdapat ketidaktahuan yang coba ditutupi dengan cerita khayal dan fantasi liar. Untuk memahami sebuah peristiwa atau gejala alam yang tidak mampu ia pahami, misalnya, manusia membuat penjelasan yang paling sederhana yang sesuai dengan keyakinan personalnya. Dari situ kemudian lahir mitos-mitos yang belakangan berguguran setelah terbantah oleh temuan-temuan ilmiah.

Dulu, misalnya, nenek moyang kita percaya bahwa gerhana bulan itu terjadi karena bulan dimakan oleh sesosok makhluk bernama Batara Kala. Lalu muncul keyakinan turunan: jika sedang terjadi gerhana, kita tidak boleh keluar rumah. Persis seperti inilah sikap dan pandangan sebagian umat beragama dalam menghadapi virus corona.

Virus, meskipun memilik efek kausal yang jelas, merupakan entitas biologis yang tak terlihat oleh mata telanjang. Untuk melihatnya, kita memerlukan alat. Ketakterlihatan oleh mata telanjang inilah yang menyisakan lubang ketidaktahuan bagi orang awam. Maka, untuk menutupi lubang ketidaktahuan itu, mereka mencari satu penjelasan yang paling sesuai dengan apa yang sudah diyakininya. Orang-orang beragama, misalnya, akan memilih penjelasan yang didasarkan pada agama.

Hal tersebut sudah terbukti. Salah seorang penceramah dalam satu kesempatan bilang bahwa corona adalah tentara Allah. Tentu pernyataan ini tidak benar, tetapi tetap saja disampaikan, sebab ia sesuai dengan keyakinan personal sang penceramah.

Sebab, jika memang benar bahwa corona adalah tentara Allah, maka tentu ia hanya akan menyerang musuh-musuh Allah. Namun, faktanya, wabah ini menyerang siapa saja, tak peduli apa suku dan agamanya. Apakah umat muslim seperti di Iran, Arab Saudi, Bahrain, Malaysia, dan juga Indonesia yang terkena corona juga termasuk musuh Allah? Tentu akan sangat menyakiti sesama muslim jika penceramah tersebut berani menjawab 'iya'.

Terlepas dari soal etis atau tidak dalam melabeli seseorang sebagai musuh Allah, hal yang sangat memilukan dari pernyataan tersebut adalah ketiadaan sikap ilmiah: sebuah sikap yang lebih menghargai upaya empiris dan rasional daripada praduga-praduga simplistik yang serampangan dalam menjelaskan dan menyelesaikan persoalan. Karena tiadanya sikap ilmiah inilah, kemudian muncul pernyataan-pernyataan lain yang lebih konyol, seperti corona adalah azab Allah atau corona bisa ditangkal dengan doa qunut.

Itulah sikap antisains yang bisa jadi justru lebih berbahaya daripada corona itu sendiri. Sikap antisains lainnya yang ditunjukkan oleh sebagian umat beragama belakangan ini adalah sikap tidak takut corona. Mereka memiliki keyakinan teologis bahwa siapa pun yang akan terinfeksi virus itu sudah ditentukan oleh Allah, sehingga kita tidak perlu takut pada virusnya tetapi takutlah pada Allah.

Pada tingkat keyakinan, pandangan tersebut mungkin saja dibenarkan, sebab di dalam teologi sendiri memang ada beragam pandangan, yang salah satunya adalah pandangan fatalistik seperti itu. Namun, keyakinan tersebut akan menjadi satu hal yang sangat berbahaya saat diturunkan pada tingkat tindakan: orang-orang ngeyel dengan imbauan untuk menghindari keramaian dan malah berkumpul dalam jumlah ribuan untuk doa bersama atau kegiatan keagamaan lainnya. Alasannya: "Virus adalah ciptaan Allah. Kami tidak takut pada virus, kami hanya takut pada penciptanya, yaitu Allah."

Kebebalan yang dibungkus dengan narasi teologis dalam menyikapi virus corona itu mengingatkan saya pada novel The Plague (1948). Novel yang ditulis oleh Albert Camus ini bercerita tentang Kota Oran yang diserang wabah mematikan. Setidaknya ada dua tokoh penting dalam novel ini, yaitu Dokter Bernard Rieux dan Pastur Paneloux.

Sebagai seorang dokter, Rieux tentu merespons wabah yang menyerang banyak orang dan hewan itu dengan sikap ilmiah. Selain melakukan upaya-upaya medis, Rieux juga mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas guna menghentikan penyebaran wabah. Paneloux, sebagai seorang pastur, malah berkhotbah dan mengajak umatnya untuk banyak berdoa.

Dalam salah satu khotbahnya, Sang Pastur itu bahkan berkata:

Saudara-saudaraku! Bencana mencengkeram kota kita karena memang sepantasnyalah Anda sekalian mendapatkan kemalangan itu.

Pertama-tama bencana itu muncul dalam sejarah ialah untuk menyerang musuh-musuh Tuhan. Fir'aun memerangi takdir Yang Kuasa, kemudian wabah membuat dia bertekuk lutut. Sejak permulaan sejarah dunia, bencana Tuhan mengalahkan orang-orang yang angkuh dan buta terhadap ajaran-Nya. Renungkanlah itu baik-baik serta berlututlah kalian!

Dia adalah pastur yang sangat disegani. Saat khotbah tersebut disampaikan, penduduk kota memenuhi ruangan gereja, bahkan sampai tumpah hingga di halaman depan serta anak-anak tangga paling bawah. Begitu Sang Pastur berkata, "Berlututlah kalian!", beberapa orang bahkan langsung meluncur dari kursi mereka untuk berlutut sebagai tanda penyesalan atas dosa-dosa.

Namun, setelah khotbah itu, wabah tidak juga mereda. Bahkan satu bocah tanpa dosa meninggal karenanya. Di situ Dokter Rieux semakin jengkel dengan Pastur Paneloux yang terus-menerus berkhotbah bahwa wabah adalah azab Tuhan untuk orang-orang yang berdosa. Bahkan setelah kematian bocah tanpa dosa itu, Pastur Paneloux masih saja berapologi dalam khotbahnya bahwa kematian tersebut adalah ujian keimanan. 

Beberapa saat setelah itu, Sang Pastur sendiri yang sakit. Tetapi, dia menolak untuk memanggil dokter, dan hanya pasrah pada Tuhan, dan akhirnya dia pun meninggal. Tentu saja dia orang suci dan bukan musuh Tuhan dan kita juga tidak tahu iman siapa yang sedang diuji saat dia sendiri yang meninggal. 

Jika Sang Pastur itu dianggap meninggal karena wabah, maka yang membunuhnya sebenarnya bukan wabah, melainkan sikapnya sendiri yang menjauhi sikap ilmiah. Saya berharap itu tidak terjadi pada masyarakat Indonesia, masyarakat yang menaruh kepercayaan tinggi pada agama. 

Memang tidak ada yang salah dengan berdoa. Hanya saja, untuk hal-hal yang sekiranya masih bisa diupayakan oleh daya manusia, kita tak perlu bikin repot Tuhan yang telah memberi kita akal agar menjadi makhluk terbaik di antara makhluk-makhluk-Nya. Sikap ilmiah adalah upaya untuk menggunakan akal sampai pada batas terjauhnya. 

Jadi, dengan sikap ilmiah, kita sebenarnya ingin memastikan bahwa Tuhan menciptakan akal tidak sia-sia.
___________________________
Ditulis oleh : Taufiqurrahman peneliti di Ze-No Centre for Logic and Metaphysics
Source : https://news.detik.com/kolom/d-4953578/wabah-dan-sikap-ilmiah

 Update by Cak1 @ Jkt 26032020

Senin, 23 Maret 2020

Sapa Aruh

Oleh : Ingkang Sampeyan Dalem Sri Sultan Hamengkubowono X
(Raja Kasultannan Ngayogjakarta Hadiningrat/ Gubernur Daerah Istimewa Yogyakara).

Assalammualaikum wr. wb.

Mugi Gusti Allah tansah paring berkah tumraping kita sadaya,
Para warga Ngayogyakarta, uga anak-anakku kang lagi sinau ing omah,
para sedulur kabeh wae,

Ingsun, Hamengku Buwono, ing dina kang kebak was-was lan tidha-tidha iki, nyuwun para warga sami ndedonga konjuk ing ngarsaning Gusti Allah, mugi kita saged enggal kaparingan pepadhang. Ing tanggap darurat awit saka sumebaring virus corona iki, kudu diadhepi kanthi sabar-tawakal, tulus-ikhlas, pasrah lahir-batin, lan kairing ikhtiyar kang tanpa kendhat. Semono uga, kita, kang kajibah ngesuhi para kawula. “Wong sabar rejekine jembar, Ngalah urip luwih berkah”.

Beda karo prastawa lindhu gedhe taun 2006 kang kasat-mata. Saiki, kang aran virus corona iku yen lumebu ing badan kita ora bisa karasa lan tekane uga ora kanyana-nyana. Kita kabeh kudu bisa njaga sehat, laku prihatin, lan uga wajib ngecakake aturan baku saka sumber resmi pamarentah kang wis diumumke ing masarakat. “Gusti paring dalan kanggo sapa wae gelem ndalan”.

Mula pamundhutku, sing padha eling lan waspada. Eling marang Kang Gawe Agesang kanthi “lampah” ratri, zikir wengi, nyuwun pangaksami lan pangayomane Gusti. Waspada kanthi reresik diri lan lingkungane dewe-dewe. Nek krasa kurang sehat kudu ngerti lan narima yen wajib “mengisolasi diri” pribadi sajrone 14 dina. Jaga pribadi. Jaga keluwarga. Jaga paseduluran. Jaga masarakat. Kanthi jaga, rada ngadohi kumpul-kumpul bebarengan yen pancen ora wigati tenan. Bisa uga kita rumangsa sehat, ning ora ana kang bisa mesthekake yen kita bener sehat. Malah bisa uga nggawa bibit lelara. “Datan serik lamun ketaman, datan susah lamun kelangan”. Pamundhutku mung saklimah: ”Sing ngati-ati!”

Mung kita bisa atur pangajab nyuwun kalis ing bebaya lan tulak-sarik, lan uga bisaa tinebihna saka memala kang luwih gede sanggane tumraping kita manungsa.

Pamujiku: “Sehat, sehat, sehat!”. Mugi Gusti Allah ngijabahi. Rahayu kang pinanggih. Aamiin. 

Nuwun. Wassalamualaikum wr. wb.

KARATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT,
Senin Pon, 23 Maret 2020, 28 Rejeb taun Wawu 1953
HAMENGKU BUWONO

__________________________
Updated by Cak_1 @ Jkt 23032020
Source : https://www.krjogja.com

Rabu, 04 Maret 2020

Hadirnya COVID-19, Momen untuk Koreksi Diri

Penyakit COVID-19, yang disebabkan oleh virus korona saat ini menjadi penyakit yang ditakuti oleh masyarakat. Bahkan sebagian masyarakat yang panik beramai-ramai memborong masker dan bahan makanan.

Wasekjen Majelis Ulama Indonesi (MUI), Anwar Abbas pun menanggapi soal COVID-19 tersebut persoalan tersebut.

“Kalau ada suatu musibah yang menimpa kita umat Islam, maka dalam perspektif Islam ada tiga kemungkinannya. Pertama ujian dari Allah, kedua azab dari-Nya dan ketiga karena cinta-Nya kepada kita. Dan kita tidak tahu apakah kehadiran virus korona ini ujian, azab, dan atau karena cinta Allah kepada kita,” katanya dalam keterangan pers, Selasa (3/3/2020).

Intinya, Anwar mengimbau, dengan adanya COVID-19 ini bisa dijadikan momen umat Islam untuk mengoreksi diri dan memperbaiki tingkah laku yang selama ini telah dilakukan.

“Kalau perilakunya belum baik, ya mungkin saja ini azab dari Tuhan kepada kita. Oleh karena itu kalau ini merupakan azab karena murka Tuhan kepada kita, maka kita minta ampunlah kepada-Nya agar dijauhkan dari azab ini,” ujar Anwar.

“Tapi kalau kita sudah berbuat baik dan benar selama ini, maka ini jelas bukan azab dari Allah tapi memang ujian dari-Nya kepada kita,” tutur Anwar.

Oleh karena itu sebagai orang yang beriman, kata Anwar, lebih mendekatkan diri dan menyebut nama Allah sebanyak mungkin agar terlindungi dari hal-hal buruk, terutama terhindar dari COVID-19.

“Untuk itu kita harus meningkatkan kesabaran kita agar semakin disayang oleh-NYA. Tetapi juga mungkin Tuhan sayang kepada kita sehingga dikasihnya kita penyakit, agar kita semakin dekat kepadanya dan semakin banyak menyebut nama-Nya sehingga sayang-Nya kepada kita semakin bertambah-tambah,” terangnya.
_______________________
Updated by Cak_1 @Jkt 04032020
Source : Eramuslim
 

Kamis, 06 Februari 2020

Membongkar Misteri, "SEDULUR PAPAT - LIMO PANCER"

Dari kecil, istilah ‘Sedulur Papat Limo Pancer‘ sudah akrab di telinga saya. Terminologi ini merupakan bukti luasnya falfasah Jawa yang tak kalah enigmatis dan ilmiah dibandingkan ilmu-ilmu modern era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.

Masalahnya, orang Jawa, Nusantara, tidak mencari rumusan epistomologi, ontologi, dan aksiologinya, namun justru hanyut dalam gelombang pembidahan, penyirikan, dan pengafiran nilai-nilai, tradisi, dan budaya khas Nusantara itu.

Jika dianalisis, Jawa itu tidak sekadar adiluhung, namun sangat ilmiah. Namun dalam kajian perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat, ada upaya para ilmuwan “meninabobokkan” hal itu. Buktinya, peradaban Jawa Kuno atau Nusantara Kuno tidak sering bahkan tidak pernah disebut dalam ilmu modern. Adanya, hanya Yunani Kuno, Mesir Kuno, China Kuno. Di mana Jawa atau Nusantara Kuno tersebut?

Hal itu diperkuat saat saya dan teman akademisi meneliti Kidung Wahyu Kolosebo karya Kanjeng Sunan Kalijaga. Belum saya temukan rujukan asli, valid, dan secara kualitas mampu menerjemahkan mahakarya Raden Mas Said tersebut. Padahal, Kidung Wahyu Kolosebo ini sangat luar biasa yang sekarang justru jadi komoditas pentas dangdut.

"Selain Wahyu Kolosebo, ada kidung lain karya Sunan Kalijaga yang memuat istilah Sedulur Papat Kelimo Pancer pada kurun abad 15-16. Dalam Suluk Kidung Kawedar, Kidung Sarira Ayu, pada bait 41 dan 42 tertulis Sedulur Papat Kelimo Pancer". 

Bunyinya; Ana kidung akadang premati//Among tuwuh ing kuwasanira//Nganakaken saciptane//Kakang kawah puniku//Kang rumeksa ing awak mami//Anekakaken sedya//Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika//Kang mayungi ing laku kuwasaneki//Anekaken pangarah//Ponang getih ing rahina wengi//Angrowangi Allah kang kuwasa//Andadekaken karsane//Puser kuwasanipun//Nguyu uyu sambawa mami//Nuruti ing panedha//Kuwasanireku//Jangkep kadang ingsun papat//Kalimane pancer wus dadi sawiji//Nunggal sawujudingwang. 

Dalam lisanul jawi (lisan orang Jawa), secara leksikal, dapat diartikan ke dalam beberapa poin. Pertama, ada nyanyian tentang saudara kita yang merawat dengan hati-hati. Memelihara berdasarkan kekuasaannya. Apa yang dicipta terwujud. Ketuban itu menjaga badan saya. Menyampaikan kehendak dengan kuasanya. Adik ari-ari tersebut memayungi perilaku berdasar arahannya.

Darah siang malam membantu Allah Yang Kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Pusar kekuasaannya memberi perhatian dengan kesungguhan untuk saya. Memenuhi permintaan saya. Maka, lengkaplah empat saudara itu. Kelimanya sebagai pusat sudah jadi satu. Manunggal dalam perwujudan saya saat ini. Dus, apakah ini syirik? Sangat konyol jika tak berbasis riset, kita membidahkan kidung ini.

Epistemologi Sedulur Papat

Secara bahasa, ada yang menyebut Kiblat Papat Limo Pancer, Sedulur Papat Limo Pancer Kakang Kawah Adi Ari-ari. Pemaknaan istilah ini tidak bisa sembarangan karena sangat enigmatis dan penuh misteri, bahkan banyak kaum intelektual hanya menyebut sebagai mitos. Apakah demikian? Jelas tidak. 

Adi (2018) menerjemahkan secara ilmiah ke dalam beberapa bagian. Pertama, kakang kawah atau air ketuban. Kedua, adi ari-ari atau ari-ari.  Ketiga, getih atau darah. Keempat, puser atau pusar. Kelima, pancer, yang berarti kita sendiri sebagai pusat kehidupan ketika dilahirkan.

Ketika sang jabang bayi lahir ke dunia melalui rahim ibu, maka semua unsur-unsur itu keluar dari rahim ibu. Dengan izin Tuhan, unsur ini menjaga manusia yang ada di bumi saat dilahirkan. Orang Jawa di dalam doa sering menyebut untuk mendoakan pejaga yang tidak tampak ini (kakang kawah, adi ari-ari, getih dan puser).

"Sedulur papat juga dimaknai empat makhluk gaib yang tidak kasat mata (metafisik). Mereka merupakan saudara yang setia menemani hidup manusia, mulai dilahirkan di dunia hingga nanti meninggal dunia menuju alam kelanggengan".

Riset Raharjo (2012:4), menyebut dalam ilmu Jawa terdapat jagat kecil (mikrokosmos)  kiblat papat” yang merupakan “kakang kawah adhi ari-ari” dengan pusat manusia sendiri, sebagai satu kesatuan jiwa manusia untuk meraih ketentraman hidup memiliki saudara alamiah dalam tubuhnya.

Kedalaman makna ini tidak cukup ditinjau dari aspek filologi atau antropologi, namun harus menggunakan pendekatan lain yang lebih kompatibel. Dalam falsafah Jawa, saat manusia dilahirkan dari rahim ibu pasti membawa air ketuban, ari-ari, darah, dan tali plasenta. Masyarakat Jawa meyakini bahwa keempat benda ini menyertai kehidupan manusia dan selalu “menghidupi” secara batin sejak dilahirkan sampai meninggal dunia.

Semua agama meyakini bawa hidup dan matinya seorang ditentukan oleh Tuhan. Dalam kehidupan ini, selain alam fisik juga ada metafisik yang dalam keyakinan Hindu disebut mikrokosmos yang merupakan unsur alam dengan mengawinkan “sedulur papat” di atas sebagai bagian empat kiblat dalam alam yang berupa tanah/bumi, air, api, dan angin.

"Konsep ini tentu selaras dengan kepercayaan semua agama di Nusantara yang meyakini manusia hidup, mati, dan menyinergikan kehidupan-kematian itu dengan tanah, api, air, dan angin. Tidak bisa tidak. Jika ada orang mengingkari Sedulur Papat, otomatis mereka menolak kehidupan."

Dalang Ki Sigit Ariyanto (2017) pernah menafsir Sedulur Papat dengan sangat rinci. Pertama, watman, merupakan rasa cemas atau khawatir ketika seorang ibu hendak melahirkan anaknya. Watman diartikan saudara tertua yang menyiratkan betapa utamanya sikap hormat, sujud kepada orangtua khususnya ibu. Kasih sayang ibu ialah kekuatan yang akan mengiringi hidup seorang anak. 

Kedua, wahman yaitu kawah atau air ketuban. Fungsinya menjaga janin dalam kandungan agar tetap aman dari goncangan. Ketika melahirkan, air ketuban pecah dan musnah menyatu dengan alam, namun secara metafisik ia tetap ada sebagai saudara penjaga dan pelindung.

Ketiga, rahman atau darah dalam persalinan sebagai gambaran kehidupan, nyawa, dan semangat. Selalu ada sebagai saudara yang memberi kehidupan dan kesehatan jasmani. Keempat, Ariman atau ari-ari (plasenta) sebagai saluran makanan bagi janin. Ia merupakan saudara tak kasat mata yang mendorong seseorang untuk mencari nafkah dan memelihara kehidupan.

Kelima, panceratau pusat yang berarti bayi itu sendiri dimaknai juga sebagai ruh yang ada dalam diri manusia yang akan mengendalikan kesadaran diri seseorang agar tetap eling lan waspada (ingat dan waspada). Ingat kepada sang pencipta dan menjadi insan yang bijaksana.

Dalam risetnya, Dewi (2017:4) juga menemukan,  keempat saudarana watman, wahman, rahman, dan ariman itu merupakan saudara manusia yang menemani secara metafisik. Sedulur Papat menjadi potensi atau energi aktif dan pancer sebagai pengendali kesadaran. Mereka adalah saudara penolong dalam mengarungi kehidupan hingga seseorang  kembali lagi pada sang pencipta.

"Artinya, tanpa mengenal Sedulur Papat kita sendiri akan susah menuju Tuhan".

Bukan Misteri

Dari epistemologi di atas sudah jelas dan ilmiah, manusia mau beragama atau ateis akan berteman dengan Sedulur Papat atau Kiblat Papat. Sebab, Sedulur Papat inilah yang akan memandu manusia menuju Tuhannya. Orang Jawa sendiri, menjadi Sedulur Papat Limo Pancer sebagai jimat, pakem, aturan, atau pedoman dalam berbagai kehidupan.

Apa wujudnya? Salah satunya filosofi Kiblat Papat Lima Pancer yang diartikan sebagai empat arah mata angin yaitu timur, selatan, barat dan utara sedangkan Lima Pancer yaitu tengah.

Bahkan, orang Jawa sendiri memasukkan itu ke dalam nama-nama hari (pasaran) yang menjadi penentu jodoh, rezeki, dan nyawa manusia. Wujudnya, berupa konsep hari seperti pasaran legi (timur), pahing (selatan), pon (barat), wage (barat), dan kliwon (tengah/pusat).

"Misalnya, dalam menanam jagung, ketika tidak mengindahkan konsep ini, bisa jadi mereka puso alias gagal panen. Begitu pula dengan pemilihan hari pernikahan, khitan, pindahan atau membangun rumah dan sebagainya". 

Apakah hanya itu? Ternyata tidak. Kontekstualiasi Sedulur Papat juga menjelmas dalam elemen dasar dalam kehidupan manusia. Seperti cipta, rasa, karsa, dan karya. Tanpa keempat hal ini, bisa jadi manusia hidup namun mati. Artinya, sangat konyol ketika manusia hidup namun tidak memiliki cipta, rasa, karsa dan karya. 

Islam sendiri sudah mengonsep hal itu dengan riil ke dalam bab nafsu, tasawuf, dan kondisi hati manusia dalam Surat Al-Qiyamah (75:1-2). Dari ayat itu, Winardi (2017) mengnalisis, manusia memiliki empat unsur paling dasar, yaitu lawwamah, supiyah, amarah dan mutmainah.

Lawwamah ini diartikan selemah apa pun manusia, pasti di dalam jiwanya terdapat sifat kejam dan berani membunuh. Jika diilmiahkan, sifat ini  menjadi pertanda setiap manusia hidup membutuhkan tanah sebagai salah satu sumber hidup atau dalam tubuh manusia  pasti mengandung zat tanah. Lambang warna dari sifat aluamah yakni  hitam.

Supiyah mengandung arti yaitu sebagai sahabat hidup manusia  yang selalu menginginkan harta benda dalam kemegahan serta  kemewahan dunia. Lambang warna dari sifat supiyah yakni kuning. Amarah yaitu sifat selalu mengajak dan menginginkan hal berbau atau dalam ranah politik, kecerdasan akan tetapi lebih cenderung dalam kesombongan.

"Lambang warna dari sifat ini merah. Mutmainah yaitu sifat cenderung mengajak dalam nafsu ketuhanan,  beribadah kepada Tuhan. Lambang warna dari mutmainah yakni putih".

Dari keempat jenis ini, tidak mungkin manusia hanya memilih satu saja karena sudah digariskan dalam kehidupan. Namun, di antara keempat itu manusia harus dapat menyinergikan, memilah dan memilih mana yang potensi benar-salah, baik-buruk, indah-jelek untuk menggapai kehidupan bahagia dan pada akhirnya mengantarkan manusia kepada Tuhannya.

Tanpa Sedulur Papat Limo Pancer, bisa jadi manusia tidak tahu dirinya. Bahkan, filsuf Martin Buber (1878-1965) jauh-jauh hari menggagas konsep diri dalam kehidupan dengan tujuan agar manusia menjadi dirinya sendiri meskipun dalam dirinya ada diri-diri yang lain. Dari diri-diri yang lain itu, manusia harus dapat menggapai jati diri, hakikat diri, dan harga diri agar tidak membelah diri.

Sedangkan konsep diri perspektif Ibnu Miskawaih (1994: 43-44), manusia memiliki tiga bagian, yaitu al-quwwah  alnatiqah (fakultas berpikir), al-quwwah algadabiyyah (fakultas amarah), dan alquwwah  al-shahwiyah (fakultas nafsu syahwat). Sedangkan Imam Al-ghazali (1960: 291) membuat episteme fakultas berpikir dengan al-nafs al-insaniyyah (jiwa  sebagai  esensi  manusia), fakultas amarah dengan istilah al-nafs alhayawaniyyat, dan fakultas nafsu syahwat dengan istilah al-nafs al-hayawaniyyah.

"Diri manusia, menurut dua filsuf ini memiliki keutamaan dengan beberapa syarat. Miskawaih dan Al-Ghazali mengemukakan ada empat keutamaan tertinggi bagi manusia". 

Mulai dari al-hikmat sebagai keutamaan akal, al-shaja‘ah keutamaan daya, al-gadab, al-‘iffah sebagai keutamaan daya al-shahwah, dan al-‘adalah sebagai  keseimbangan  daya  itu. Keutamaan-keutamaan inilah yang harusnya digali, karena manusia selain badan, juga memiliki akal, nafsu/syahwat dan hati. 

Sudah jelas, Sedulur Papat Limo Pancer merupakan bagian dari diri manusia yang harus diijtihadi, digali, dan disinergikan ke dalam kehidupan agar manusia dapat kembali kepada Tuhannya. Uniknya, saat ini Indonesia berada pada era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 yang secara leksikal merupakan kesamaan dari Sedulur Papat (Revolusi Industri 4.0), Limo Pancer (Society 5.0). Ini bukan kebetulan, namun memang sudah sesuai dengan zeitgeist (spirit zaman).

"Jika kita tidak dapat mentransformasi teknologi batin pada Sedulur Papat Limo Pancer, maka akan susah bagi kita untuk menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0". 

Sebab, sinyal, kuota, internet, pulsa, semuanya adalah dunia maya, makhluk gaib yang kita sembah setiap hari. Sedangkan Sedulur Papat Limo Pancer jelas-jelas ada secara fisik saat kita lahir. Dus, kini siapa yang lebih gaib dan mitos antara sinyal, pulsa, kuota dengan Sedulur Papat Limo Pancer ? 
___________________________________________________________
Upload by Cak_1 @Jkt 06022020
Source : https://alif.id/read/hamidulloh-ibda/membongkar misteri sedulur papat limo pancer 

  

Rabu, 29 Januari 2020

Ujian "Berat" Sang Begawan (Wisrawa)

Pengantar Redaksi :

- Ambil hikmahnya, sekalipun itu berbeda dengan keyakinan. Tuntunan itu, bisa berasal darimana saja, selama itu baik dan berguna, tidak ada salahnya untuk dipahami dan diadopsi sebagai 'tambahan' pengetahuan hidup.
- Batasan antara Syariat dan Hakikat harus jelas. Dan ilmu yang berada didunia ini, berlaku general, untuk siapa saja.
- Meskipun ini adalah cerita dalam jagad pewayangan, yang notabene adalah peninggalan budaya dari para leluhur negeri ini, alangkahnya baiknya, untuk dijadikan "referensi" kaidah berkehidupan, sebagai ilmu tambahan dalam hidup dan kehidupan.
- Jadi, pesan moral implisit yang kuat dalam kisah di bawah ini artinya, manakala sudah berani memilih pilihan hidup atau profesi haruslah setia memakai sumpah atau ikrar yang diucapkan. Jangan seperti Resi Wisrawa. Sudah mengikrarkan diri menjadi pendeta atau brahmana atau pun ulama contohnya, namun demi kepentingan sesaat yang bersifat pribadi, sengaja melakukan tindak perbuatan yang bertentangan memakai nilai & istiadat yang dianutnya.
- Orang tua mengasihi anak artinya hal wajar, namun usahakan jangan hiperbola. Apalagi memanjakannya memakai setiap kemauannya dituruti. Resi Wisrawa mengalami nasib buruk karena terlampau ingin memenuhi kehendak Prabu Danapati yang nir bisa diwujudkan oleh sang anak sendiri.
 - Kemudian, interaksi seks itu usahakan nir melulu didasarkan atas nafsu semata. Di sana terkandung satu tujuan, titipan dari Sang Maha Pencipta, buat melestarikan spesies kita, umat manusia. Doa, impian & syarat mental yang kuat dari sang Calon Ayah & Sang Calon Ibu yang mengiringi pembuahan sel telur oleh sperma akan membantu Sang Maha Pencipta meniupkan ruh yang baik kepada Sang Penerus. Kalau hanya nafsu yang dikedepankan, Dasamuka lah wujudnya. Nafsu akan mengakibatkan Angkara. Bijak & masih relevan memakai kekinian toh?
__________________________________
*)) Updated and Realease at Jkt 29012020
  
Antara Kutukan & Nikmat Birahi
 
Dalam sejarah manusia, yang namanya harta, tahta dan wanita adalah batu ujian bagi makhluk yang namanya laki-laki. Batu ujian ini tingkat daya ujinya bergradasi sesuai dengan sasaran atau subyek ujinya. Mudahnya kata, semakin tinggi tingkatan seseorang akan diuji oleh sesuatu yang daya godanya akan semakin tinggi pula.

Alkisah, di kerajaan Lokapala yang sedang berkuasa adalah Prabu Danaraja, putra dari Resi Wisrawa dengan Dewi Lokawati. Kabar-kabar angin yang sampai ditelinganya membawa berita yang sangat menggetarkan jiwa mudanya. Harta dan tahta sudah berada dalam genggaman, tidak lain karena posisinya sebagai seorang raja tentunya. Yang masih kurang dalam hidupnya, karena belum hadirnya seorang wanita sebagai pendampingnya yang sekaligus akan berperan sebagai Ibu Negara.

Maka ketika kabar kecantikan Dewi Sukesi sampai di telinganya, segeralah sang raja mengirim utusan untuk segera melamar sang Dewi. Adapun yang diutus adalah Resi Wisrawa, ayah sang raja.
 
Di jagat pewayangan tersebutlah ada satu ilmu nggegirisi yang bernama Ilmu Sastrajendra Hayuningrat. Sebagai seorang Resi yang telah malang melintang disegenap ilmu guna kasantikan, maka Resi Wisrawapun menguasai ilmu ini, bahkan dalam tataran tertinggi.

Dewi Sukesi, yang gadis remaja dan konon kecantikannya mampu menggoncangkan Kahyangan, mendengar pula bahwa dimuka bumi ini ada ilmu yang unik ini. Maka betapa inginnya gadis itu menguasainya. Konon untuk menyaring para pelamarnya yang ribuan jumlahnya, yang terdiri dari para kesatria, raja dan bahkan para resi, Dewi Sukesi punya permintaan. Barang siapa yang mampu mengajarkan Ilmu Sastrajendra Hayuningrat pada dirinya, itulah yang lamarannya bakal diterima.
Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu hanya sebagai kunci untuk dapat memahami isi Rasa Jati, dimana untuk mencapai sesuatu yang luhur diperlukan mutlak perbuatan yang sesuai. Rasajati memperlambangkan jiwa atau badan halus ataupun nafsu sifat tiap manusia, yaitu keinginan, kecenderungan, dorongan hati yang kuat, kearah yang baik maupun yang buruk atau jahat. Nafsu sifat itu ialah; Lumamah (angkara murka), Amarah, Supiyah (nafsu birahi). Ketiga sifat tersebut melambangkan hal-hal yang menyebabkan tidak teraturnya atau kacau balaunya sesuatu masyarakat dalam berbagai bidang, antara lain: kesengsaraan, malapetaka, kemiskinan dan lain sebagainya. Sedangkan sifat terakhir yaitu Mutmainah (nafsu yang baik, dalam arti kata berbaik hati, berbaik bahasa, jujur dan lain sebagainya) yang selalu menghalang-halangi tindakan yang tidak senonoh.

Saat wejangan tersebut dimulai, para dewata di kahyangan marah terhadap Resi Wisrawa yang berani mengungkapkan ilmu rahasia alam semesta yang merupakan ilmu monopoli para dewa. Para Dewa sangat berkepentingan untuk tidak membeberkan ilmu itu ke manusia. Karena apabila hal itu terjadi, apalagi jika pada akhirnya manusia melaksanakannya, maka sempurnalah kehidupan manusia. Semua umat di dunia akan menjadi makhluk sempurna di mata Penciptanya.Dewata tidak dapat membiarkan hal itu terjadi. Maka digoncangkan seluruh penjuru bumi. Bumi terasa mendidih. Alam terguncang-guncang. Prahara besar melanda seisi alam. Apapun mereka lakukan agar ilmu kesempurnaan itu tidak dapat di jalankan.

Semakin lama ajaran itu semakin meresap di tubuh Sukesi. Untuk tidak terungkap di alam manusia, maka Bhatara Guru langsung turun tangan dan berusaha agar hasil dari ilmu tersebut tetap menjadi rahasia para dewa. Karenanya ilmu tersebut harus  tetap utuh berada dalam rahasia dewa. Oleh niat tersebut maka Bhatara Guru turun ke bumi masuk ke dalam badan Dewi Sukesi. Dibuatnya Dewi Sukesi tergoda dengan Resi Wisrawa. Dalam waktu cepat Dewi Sukesi mulai tergoda untuk mendekati Wisrawa. Namun Wisrawa yang terus menguraiakn ilmu itu tetap tidak berhenti. Bahkan kekuatan dari uraian itu menyebabkan Sang Bathara Guru terpental keluar dari raga Dewi Sukesi. Tetapi Bathara Guru tidak menyerah begitu saja. Dipanggilnya permaisurinya yaitu Dewi Uma turun ke dunia. Bhatara Guru masuk menyatu raga dalam tubuh Resi Wisrawa sedang Dewi Uma masuk ke dalam tubuh Dewi Sukesi.

Tepat pada waktu ilmu itu hendak selesai diwejangkan oleh Resi Wisrawa kepada Dewi Sukesi, datanglah suatu percobaan atau ujian hidup. Sang Bhatara Guru yang menyelundup ke dalam tubuh Bagawan Wisrawa dan Bhatari Uma yang ada di dalam tubuh Dewi Sukesi memulai gangguannya terhadap keduanya. Godaan yang demikian dahsyat datang menghampiri kedua insan itu. Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi yang menerima pengejawantahan Bhatara Guru dan Dewi Uma secara berturut-turut terserang api asmara dan keduanya dirangsang oleh nafsu birahi. Dan rangsangan itu semakin lama semakin tinggi. Tembuslah tembok pertahanan Wisrawa dan Sukesi. Dan terjadilah hubungan yang nantinya akan membuahkan kandungan.

Begawan Wisrawa lupa, bahwa ia pada hakekatnya hanya berfungsi sebagai wakil anaknya belaka. Dan akibat dari godaan tersebut, sebelum wejangan Sastra Jendra selesai, keburu hubungan antara Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi terjadi, kenyataan mengatakan mereka sudah merupakan suami-istri. Seusai gangguan itu Bathara Guru dan Dewi Uma segera meninggalkan dua manusia yang telah langsung menjadi suami istri.

Sadar akan segala perbuatannya, mereka berdua menangis menyesali yang telah terjadi. Namun segalanya telah terjadi. Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu gagal diselesaikan. Dan hasil dari segala uraian yang gagal diselesaikan itu adalah sebuah noda, aib dan cela yang akan menjadi malapetaka besar dunia dikemudian hari. Tetapi apapun hasilnya harus dilalui. Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi membeberkan semuanya apa adanya kepada sang ayah Prabu Sumali.
Dengan arif Prabu Sumali menerima kenyataan yang sudah terjadi. Dan Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi resmi sebagai suami istri, dan seluruh sayembara ditutup.

Berbulan-bulan di Lokapala, Danaraja menunggu datangnya sang ayah yang diharapkan membawa kabar bahagia. Ia telah mendengar kabar bahwa sayembara Dewi Sukesi telah berhasil dimenangkan oleh Resi Wisrawa. Sampai suatu saat Wisrawa dan Sukesi kembali ke Lokapala. Dengan sukacita Danaraja menyambut keduanya. Namun Wisrawa datang dengan wajah yang kuyu dan kecantikan sang dewi yang diagung-agungkan banyak orang itu tampak pudar. Danaraja, merasa mendapatkan suasana yang tidak nyaman, kemudian bertanya pada ayahnya. Di depan istri dan putranya, Wisrawa menceritakan semua kejadian yang dialaminya dan secara terus terang mengakui segala dosa dan kesalahannya. Namun kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang amat teramat fatal dimata Danaraja. Mendengar penuturan ayahnya, Prabu Danaraja menjadi sangat kecewa dan marah besar. Danaraja tidak dapat mempercayai bahwa ayahnya tega mencederai hati putra kandungnya sendiri. Kemarahan itu sudah tak terbendung. Danaraja lalu mengusir  kedua insan yang telah berstatus sebagai suami-istri tersebut keluar dari negara Lokapala. Akhirnya dengan penuh duka, sepasang suami istri itu kembali ke negara Alengka.

Dalam perjalanan kembali menuju Alengka, Dewi Sukesi yang sudah mulai hamil itu tidak dapat berbuat banyak. Tubuhnya yang mulai kehilangan tenaga tampak kuyu dan pucat. Setelah berbulan-bulan perjalanan yang melelahkan, tiba saat melahirkan. Di tengah hutan belantara padat, Dewi Sukesi tak kuasa lagi menahan lahirnya sang bayi. Akhirnya lahirlah jabang bayi itu dalam bentuk gumpalan daging, darah dan kuku. Dewi Sukesi terkejut juga Resi Wisrawa. Gumpalan itu bergerak keluar dari rahim sang ibu menuju kedalam hutan. Kesalahan fatal dari dua orang manusia menyebabkan takdir yang demikian buruk terjadi. Gumpalan darah itu bergerak dan akhirnya menjelma menjadi tiga bayi berwajah raksasa, dua orang bayi laki-laki raksasa sebesar bukit dan satu orang bayi perempuan yang ujud tubuhnya ibarat bidadari, tetapi wajahnya berupa raksasa perempuan.

Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi hanya dapat berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Sang Penguasa Alam. Ketiga bayi itu lahir ditengah hutan diiringi lolongan serigala dan raungan anjing liar. Auman harimau dan kerasnya teriakan burung gagak. Suasana yang demikian mencekam mengiringi kelahiran ketiga bayi yang diberi nama Rahwana, Sarpakenaka dan Kumbakarna. Dengan kepasrahan yang mendalam, Wisrawa dan Sukesi membawa ketiga anak-anaknya ke Alengka.
Tiba di Alengka, Prabu Sumali menyambut mereka dengan duka yang sangat dalam. Kesedihan itu membuat Sang Prabu raksasa yang baik hati ini menerima mereka dengan segala keadaan yang ada. Di Alengka Wisrawa dan Sukesi membesarkan ketiga putra-putri mereka dengan setulus hati. Rahwana dan Sarpakenaka tumbuh menjadi raksasa dan raksesi beringas, penuh nafsu jahat dan angkara. Rahwana tampak semakin perkasa dan menonjol diantara kedua adik-adiknya. Kelakuannya kasar dan biadab. Demikian juga dengan Sarpakenaka yang makin hari semakin menjelma menjadi raksasa wanita yang selalu mengumbar hawa nafsu. Sarpakenaka selalu mencari pria siapa saja dalam bentuk apa saja untuk dijadikan pemuas nafsunya.

Sebaliknya Kumbakarna tumbuh menjadi raksasa yang sangat besar, tiga sampai empat kali lipat dari tubuh raksasa lainnya. Ia juga memiliki sifat dan pribadi yang luhur. Walau berujud raksasa, tak sedikitpun tercermin sifat dan watak raksasa yang serakah, kasar dan suka mengumbar nafsu. Namun perasaan gundah dan sedih menggelayut di relung hati Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi. Ketiga putranya lahir dalam wujud raksasa dan raksesi. Kini Dewi Sukesi mulai mengandung putranya yang keempat. Akankah putranya ini juga akan lahir dalam wujud rasaksa atau raseksi? Dosa apakah yang telah mereka lakukan? Ataukah akibat dari gejolak nafsu yang tak terkendali sebagai akibat penjabaran Ilmu Sastrajendra Hayuningrat yang telah dilakukan oleh Resi Wisrawa kepada Dewi Sukesi? Sadar akan kesalahannya yang selama ini terkungkung oleh nafsu kepuasan, Resi Wisrawa mengajak Dewi Sukesi, istrinya untuk bersemadi, memohon pengampunan kepada Sang Maha Pencipta, serta memohon agar dianugerahi seorang putra yang tampan, setampan Wisrawana/ Danaraja, putra Resi Wisrawa dengan Dewi Lokawati, yang kini menduduki tahta kerajaan Lokapala. Sebagai seorang brahmana yang ilmunya telah mencapai tingkat kesempurnaan, Resi Wisrawa mencoba membimbing Dewi Sukesi untuk melakukan semadi dengan benar agar doa pemujaannya diterima oleh Dewata Agung.

Berkat ketekunan dan kekhusukkannya bersamadi, doa permohonan Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi diterima oleh Dewata Agung. Setelah bermusyawarah dengan para dewa, Bhatara Guru kemudian meminta kesediaan Resi Wisnu Anjali, sahabat karib Bhatara Wisnu, untuk turun ke marcapada menitis pada jabang bayi dalam kandungan Dewi Sukesi. Dengan menitisnya Resi Wisnu Anjali, maka lahirlah dari kandungan Dewi Sukesi seorang bayi lelaki yang berwajah sangat tampan. Dari dahinya memancar cahaya keputihan dan sinar matanya sangat jernih. Sebagai seorang brahmana yang sudah mencapai tatanan kesempurnaan, Resi Wisrawa dapat membaca tanda-tanda tersebut, bahwa putra bungsunya itu kelak akan menjadi seorang satria yang cendekiawan serta berwatak arif bijaksana. la kelak akan menjadi seorang satria yang berwatak brahmana. Karena tanda-tanda tersebut, Resi Wisrawa memberi nama putra bungsunya itu, Gunawan Wibisana. Karena wajahnya yang tampan dan budi pekertinya yang baik, Wibisana menjadi anak kesayangan Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi. Dengan ketiga saudaranya, hubungan yang sangat dekat hanyalah dengan Kumbakarna. Hal ini karena walaupun berwujud raksasa, Kumbakarna memiliki watak dan budi yang luhur, yang selalu berusaha mencari kesempurnaan hidup.

Nun jauh di negara Lokapala, Prabu Danaraja masih memendam rasa kemarahan dan dendam yang sangat mendalam kepada ayahnya. Hingga detik ini dia masih tidak dapat menerima perlakuan ayahnya yang dianggapnya mengkhianati dharma bhaktinya sebagai anak. Sang Resi Wisrawa sebagai ayah dianggapnya telah menyelewengkan bhakti seorang anak yang telah dengan tulus murni dari dalam bathin yang paling dalam memberikan cinta dan kehormatan pada ayah kandung junjungannya. Rasa ini benar-benar tak dapat ia tahan hingga suatu saat Prabu Danaraja mengambil sikap yang sudah tidak bisa ditawar lagi. Prabu Danaraja lalu mengerahkan seluruh bala tentara Lokapala dan memimpinnya sendiri untuk menyerang Alengka dan membunuh ayahnya sendiri yang sudah tidak memiliki kehormatan lagi dimatanya.

Alengka dan Lokapala bentrok dan terjadi pertumpahan darah. Pertumpahan darah yang ditujukan hanya untuk dendam seorang anak pada ayahnya. Resi Wisrawa tidak dapat diam melihat semua ini. Ribuan nyawa prajurit telah hilang demi seorang Brahmana tua yang telah penuh dengan dosa. Wisrawa segera turun ke tengah pertempuran dan menghentikan semuanya. Kini ia berhadap-hadapan dengan Danaraja, anaknya sendiri. Dengan mata penuh dendam, Danaraja mengayunkan pedang menebas leher Wisrawa. Darah mengucur deras, Wisrawa roboh di tengah-tengah para prajurit kedua negara. Melihat Resi Wisrawa tewas dalam peperangan melawan Prabu Danaraja, Dewi Sukesi berniat untuk membalas dendam kematian suaminya. Rahwana yang ingin menuntut balas atas kematian ayahnya, dicegah oleh Dewi Sukesi. Kepada keempat putranya diyakinkan, bahwa mereka tidak akan mampu mengalahkan Prabu Danaraja yang memiliki ilmu sakti Rawarontek, yaitu meski tubuh hancur berkeping keping akan tetap dapat bersatu dan hidup lagi asal menyentuh tanah. Untuk dapat mengalahkan dan membunuh Prabu Danaraja. Mereka harus pergi bertapa, mohon anugrah Dewata agar diberi kesaktian yang melebihi Prabu Danaraja, yang sesungguhnya masih saudara satu ayah mereka sendiri, sebagai bekal menuntut balas atas kematian ayah mereka. Berangkatlah mereka melaksanakan perintah ibunya.
___________________________________
Upload by Cak1 @Jkt 29012020
Source : https://ayamtrondol.wordpress.com