PRAKATA

- HIDUP adalah sebuah pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekwensi-nya. Silahkan saja membenarkan diri terhadap apa yang telah dilakukan, tapi hati tidak pernah bohong dan parameter hukum/norma yang paling sempurna hanyalah ketentuan Allah SWT, jadi segeralah menuju pintu taubat, selama nafas masih ditenggorokan serta pintu taubat masih terbuka, sebelum segalanya jadi terlambat & penyesalan yang tiada guna lagi (Jkt, Juni 2012 rev.@jogja 8 Mei 2018) -

Senin, 02 Desember 2019

Hei Kamu yang Sedang Berjuang di Perantauan: Jangan Menyerah, Pantang Pulang Sebelum Meraih Kesuksesan!

“Dunia adalah sebuah buku, dan mereka yang terus berdiam di rumahnya hanya khatam satu halaman saja.”

Kamu yang sedang merantau tentu setuju dengan kutipan di atas. Ya, momen perjalanan atau kesempatan menjelajah tempat-tempat baru memang menempa pribadimu. Berbagai pengalaman dan pelajaran bisa didapat saat kamu berani meninggalkan kampung halaman, pergi merantau ke kota lain atau negeri orang.

Merantau untuk bekerja atau melanjutkan pendidikan bukanlah perkara sederhana. Banyak hal yang harus dipikirkan matang-matang sebelum akhirnya mantap memilih pergi. Di perantauan, berbagai tantangan pun sudah menanti untuk dihadapi. Dan keputusan inilah yang bisa jadi mengubah arah hidupmu. Membuat berbagai perubahan di setiap sisi kehidupanmu.

Tapi, adakah yang harus ditakutkan dari sebuah perubahan? Adakah yang perlu dirisaukan ketika kamu meninggalkan zona nyaman demi menjemput kesuksesan? Berbahagialah kalian yang pernah atau sedang berjuang di perantauan – kalian yang enggan menikmati hidup dalam kesia-siaan!

Selama ini, keluarga di rumah dan orangtua selalu membuatmu merasa cukup. Tapi hidup adalah perjalanan untuk menjadi lebih dari cukup.

 Rumah dan kampung halaman adalah tempatmu tumbuh dan dibesarkan. Setiap sudut rumah dan kota tempatmu tinggal menyimpan kenangan yang tak mudah dilupakan. Enggan rasanya untuk meninggalkan teman, keluarga, dan segala romansa bersama kota tercinta. Selain itu, tinggal di rumah dengan pendampingan kedua orang tua membuatmu tak pernah merasa kekurangan. Segala kebutuhan dan berbagai fasilitas sudah baik-baik mereka sediakan.

Tapi, sampai kapan kamu bisa menikmati hidup yang seperti ini? Ketika segala kebutuhan sudah tercukupi, lalu merasa puas dan enggan menempa diri sendiri? Bukankah sebagai manusia dewasa kamu layak diuji dan mengembangkan diri? Menjalani hidup yang itu-itu saja dan malas pergi kemana-mana justru menjadikan kamu mentok. Tanpa sadar, kamu pun melewatkan berbagai kesempatan yang tak akan kamu tahu kapan akan datang lagi

Wajar untuk berat hati jika selama ini kamu tak pernah tinggal sendiri. Tapi ingat sekali lagi: sehangat-hangatnya rumah, kamu lahir untuk dunia yang lebih megah.

“Life begins at the end of your comfort zone.”

Pengertian zona nyaman adalah situasi atau kondisi ketika kamu nyaman dengan suatu keadaan, misalnya ketika kamu memilih tinggal bersama orang tua dan menjalani pekerjaan yang biasanya. Lantaran sudah merasa nyaman, kamu enggan melakukan sesuatu yang lebih daripada apa yang kamu punya saat ini. Kamu cenderung menikmati, tak mau berusaha jadi lebih baik karena sudah berpuas hati.

Rumah dan segala kenyamanan yang ditawarkan justru ibarat racun. Terus-terusan mengakrabinya sama halnya dengan bunuh diri. Saat mulai merasa nyaman dengan apa yang kamu miliki, segeralah beranjak meninggalkan zona nyamanmu. Salah satu cara yang bisa kamu pilih adalah pergi merantau. Di tempat baru nanti, kamu akan “dipaksa” untuk belajar hal-hal baru. Semakin berkembang dan meningkatkan kualitasmu sebagai seorang individu.

Tanah perantauan memang belum tentu memberikan rasa nyaman. Namun bukankah kesuksesan selalu bermula dari keraguan dan ketidaknyamanan?

Pergi merantau bukanlah pilihan yang luar biasa. Toh di luar sana ada banyak orang yang melakukan hal yang sama. Seorang temanmu yang berasal dari Aceh sengaja merantau ke Jogja demi bisa kuliah di kampus impiannya. Sementara, teman sebangkumu di SMA akhirnya memilih bekerja di Malaysia lantaran berharap gaji yang tinggi dan kehidupan yang lebih baik.

Daripada daerah asal, tanah perantauan bisa jadi lebih banyak menawarkan kesempatan. Di Pulau Jawa misalnya, ada deretan nama-nama kampus ternama yang jadi tujuanmu menuntut ilmu. Di Malaysia atau Singapura misalnya, ada perusahaan-perusahaan besar yang menawarkan berbagai lowongan pekerjaan yang bisa kamu jajal. Selain itu, kota atau negara tujuan bisa jadi punya lebih banyak fasilitas yang menawarkan kemudahan bagi hidupmu.

Memang belum tentu tanah rantau itu akan nyaman bagimu. Bukan tak mungkin setiap minggu kamu begitu rindu untuk pulang ke rumah, hangat dalam dekap Ibu. Namun kamu pantang menyerah begitu saja. Bukankah setiap akhir yang manis selalu dimulai dengan keraguan, perasaan tak betah, dan ketidaknyamanan?

Hidup sendiri memaksamu menyerap ilmu dari segala penjuru. Pelajaran bisa didapat dari buku teks hingga tumpukan cucian dan sisa uang di dompetmu.

Terbiasa hidup berdampingan dengan keluarga dan teman-teman terdekat memang menyenangkan. Namun, sadarkah kamu bahwa ada sebagian dirimu yang nyatanya dirugikan? Ya, pendampingan keluarga dan teman-teman ternyata menjadikanmu tak bisa maksimal menempa diri sendiri. Perkara merapikan kamar dan menuntaskan seember cucian masih saja kamu serahkan pada ibumu. Setelah kalap berbelanja ada saja teman-teman dekat yang membantu masalah keuanganmu. Apakah pantas jika di usia dewasa kamu masih saja mengandalkan orang lain?

“People aren’t always going to be there for you, that’s why you learn to handle things on your own.” 

Ketika merantau, keadaan memang mengharuskanmu untuk hidup sendiri. Jauh dari keluarga dan teman-teman dekat justru menjadikanmu terlatih hidup mandiri. Perkara kebersihan kamar kos bisa kamu tangani. Kebutuhan makan 3 kali sehari juga bisa kamu cukupi. Selain itu, kesendirian kian melatihmu semakin mawas diri. Setiap keputusan dan sikap yang kamu ambil akan baik-baik dipikirkan akibat dan konsekuensinya. 

 Akrab dengan gaji yang terbatas atau uang kiriman yang serba pas, kamu pun paham: hidup hemat adalah sebuah bentuk perjuangan.

Ketika masih tinggal dengan orang tua, mungkin kamu tak perlu pusing memikirkan kebutuhanmu, soal makan misalnya. Bagaimana pun, orang tua tak akan keberatan menyediakan makan untuk anak-anaknya setiap hari. Saat rasa lapar menghampiri, kamu pun tak perlu repot mengkalkulasi isi dompet dan menimbang-nimbang perkara mau makan apa atau di mana.

Sementara, kamu mungkin akan merasa tempat perantauan terlalu kejam. Apalagi, saat harus mengakrabi gaji yang terbilang kecil atau uang kiriman orang tua yang pas-pasan. Betapa kamu harus berjuang menahan nafsu jajan atau keinginan untuk berbelanja. Segala kebutuhanmu pun harus serba diminimalkan demi bisa bertahan hingga akhir bulan.

api, pengalaman ini setidaknya mengajarkanmu bahwa hidup hemat adalah sebuah keharusan. Paham rasanya hidup pas-pasan kamu pun tak lagi impulsif saat sedang punya banyak uang. Kamu mengerti betapa pentingnya menabung dan membagi penghasilan jadi beberapa bagian. Setelahnya, kamu pun semakin bijaksana mengatur keuanganmu sendiri.

 Merantau membuatmu mengerti bahwa kebebasan yang kamu punya selalu datang sepaket dengan konsekuensinya.

 “Tinggal sama orang tua itu nggak bebas, mau ngapa-ngapain masih diatur sama mereka.”

Apa sih arti kebebasan menurutmu? Saat masih remaja, kamu mungkin merasa kebebasanmu direnggut ketika tak diijinkan keluar rumah saat Sabtu malam. Kamu kesal ketika tak diperbolehkan pergi camping dengan teman-teman sekelasmu. Kamu pun merasa tak terima ketika dilarang punya pacar oleh orang tua, sedangkan teman-teman sebayamu hampir semuanya sudah punya pasangan.

Ketika akhirnya hidup sendiri di perantauan, makna kebebasan tak lagi terdengar sederhana. Meski tak ada orang tua yang selalu mengawasi kegiatanmu sehari-hari, kamu justru tak mau bertindak seenaknya. Di usia dewasa, kamu mengerti bahwa segala yang kamu lakukan harus bisa dipertanggungjawabkan. Meski tinggal sendiri dan bebas melakukan apa saja, kamu akan baik-baik memilah mana yang pantas dan tidak pantas dilakukan.

Apakah pekerjaan itu memang cocok untukmu? Apa yang nanti bakal jadi tema skripsimu? Jauh dari keluarga, kamu dituntut mengandalkan naluri pribadi saat akan mengambil keputusan.

Dalam hidup, kita seringkali dihadapkan dengan berbagai pilihan. Tak jarang kita merasa bingung saat akan mengambil keputusan. Di saat inilah pendampingan orang tua dan teman selalu bisa diandalkan. Teman bisa jadi tempatmu berbagi cerita, sedangkan keluarga akan selalu siap menopangmu dalam segala kondisi.

Lepas dari segala kenyamanan dan dukungan sosial yang sebelumnya kamu punya, kamu pun akan terlatih untuk menggunakan instingmu. Ketika dihadapkan pada suatu pilihan, kamu akan lebih sering merenung dan bertanya pada diri sendiri – “apakah pilihanku sudah tepat? apakah segala sebab dan akibatnya sudah aku pikirkan masak-masak?” Selain itu, mengasah kepekaan atau insting membuatmu kian percaya diri menjalani setiap tantangan dalam hidup.

Meski jauh dari kampung halaman, perantauan bisa jadi tempatmu menemukan teman dan keluarga baru.

Manusia memang tak bisa lepas dari kehidupan sosial. Meski akhirnya meninggalkan keluarga dan teman-teman di kampung halaman, bukan berarti kamu harus hidup sendiri dan kesepian. Tempat perantauan pasti menawarkan kesempatan untukmu menemukan teman-teman dan keluarga baru. Mereka yang kamu jumpai di kampus, di kantor, atau di tempat kos pun bisa jadi teman atau bahkan keluargamu.

Mereka yang sering menginap di kos-mu lantaran harus mengerjakan tugas atau menemanimu belajar bersama. Mereka yang pintu kamarnya akan selalu terbuka menyambut kedatanganmu sepulang kerja. Mereka pula yang hingga larut malam mau mendengar keluh kesahmu seputar tugas-tugas kantor yang menyebalkan. Meski berasal dari daerah yang berbeda-beda, perantauan adalah tempat yang menyatukan kalian.

 Pulang adalah saat yang paling dinantikan karena segala rindu yang lama tertahan bisa segera dituntaskan.

Setelah pergi merantau dan jauh dari keluarga, kamu pun merasakan berbagai perasaan yang tak kamu sadari sebelumnya. Betapa tinggal sendiri membuatmu selalu merindukan suara ayah dan ibumu. Meski sering dibuat kesal, kehadiran kakak dan adik nyatanya selalu bisa menceriakan hari-harimu.

Ya, pulang adalah momen yang akan selalu kamu rindukan. Kamu yang sengaja menabung sejak jauh-jauh hari demi bisa pulang ke kampung halaman saat Hari Raya. Mengantre berjam-jam demi mendapat tiket bus atau kereta api tak akan seberapa terasa melelahkan.

Bisa pulang ke rumah dan kumpul bersama keluarga adalah sebuah kemewahan. Merantau membuatmu mengerti bahwa keluarga lah harta yang paling berharga – mereka yang bisa menerimamu dengan segala kekurangan dan kelebihan yang kamu punya.

 Merantau memberimu kesempatan menjelajah tempat-tempat baru, setelahnya kamu pun akan menemukan sebenar-benarnya dirimu.

Kadang, kamu tak baik-baik menyadari bahwa ada banyak hal yang selama ini membelenggu hidupmu. Lantaran terlena dengan zona nyaman, kamu tak bisa memaksimalkan kemampuan dan menemukan renjanamu. Terkungkung dengan pendapat orang-orang terdekat dan berbagai norma sosial bisa jadi menghambat dirimu untuk berkembang.

“Merantaulah sesering mungkin. Tersesat akan membantumu menemukan diri sendiri.”

Merantau akan membuka matamu pada berbagai hal-hal baru. Menuntunmu menuju sesuatu yang benar-benar kamu inginkan selama ini. Menemukan apa yang sebenarnya jadi panggilan hidupmu. Pekerjaan atau profesi seperti apa yang kamu inginkan, bidang apa yang ingin kamu tekuni, atau hidup seperti apa yang ingin kamu jalani? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terbayar lunas, terjawab tuntas ketika kamu berani melangkahkan kaki jauh dari rumahmu. 

Apa kabar kalian yang sedang berjuang di perantauan? Apakah saat ini kesuksesan sudah berhasil digenggam, ataukah kalian masih harus jatuh bangun melanjutkan perjuangan? Apapun itu, semoga kamu tetap semangat menjalani hidupmu di perantauan, ya! 

______________________________

Updated by : Cak_1 @ Jkt  03122019 

(source : https://www.hipwee.com/motivas)

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar