PRAKATA

- HIDUP adalah sebuah pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekwensi-nya. Silahkan saja membenarkan diri terhadap apa yang telah dilakukan, tapi hati tidak pernah bohong dan parameter hukum/norma yang paling sempurna hanyalah ketentuan Allah SWT, jadi segeralah menuju pintu taubat, selama nafas masih ditenggorokan serta pintu taubat masih terbuka, sebelum segalanya jadi terlambat & penyesalan yang tiada guna lagi (Jkt, Juni 2012 rev.@jogja 8 Mei 2018) -

Sabtu, 16 Juni 2012

Kehilangan Berkah

Pesta itu baru saja usai. Kerabat dan kenalan kembali ke rumah masing-masing. Pengusaha muda yang sukses itu baru saja mengadakan acara tasyakuran peresmian dua rumah yang baru saja dibelinya. Dua rumah yang bersebelahan itu berada di sebuah kompleks perumahan mewah.

Semua ikut merasa gembira mensyukuri rezeki yang dianugerahkan Allah SWT kepada pengusaha muda itu. Semua tahu 10 tahun lalu hidupnya masih susah. Ia tinggal di rumah kontrakan, penghasilan pas-pasan, ke mana-mana naik angkutan umum. Sekarang ia punya ruko, beberapa buah mobil, dan perusahaan yang sedang maju pesat.

Sehabis shalat Zuhur, pengusaha muda itu mengantarkan bapak kandung dan ibu tirinya ke terminal bus antar provinsi. Ibu kandungnya sudah lama meninggal dunia. Setelah itu, dia meluncur kembali ke rumah. Rupanya Allah berkehendak lain. Tiba-tiba ia terkena serangan jantung dan nyawanya tidak tertolong.

Pengusaha muda yang baru berumur 42 tahun itu meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit. Segera para kerabat diberi tahu. Banyak yang tidak percaya, baru kemarin berkumpul bersama dengan penuh gelak tawa.

Pada malam ketiga setelah kematian almarhum, diada kan lah musyawarah keluarga menyangkut warisan. Sesuai dengan hukum waris Islam, pembagiannya mudah saja. Bapak dari almarhum dapat 1/6. Istri dapat 1/8 bagian dan anak-anak (satu laki-laki dan tiga perempuan) dapat sisanya dengan komposisi anak laki-laki dapat dua bagian anak perempuan.

Sang bapak akan mendapat warisan yang lumayan banyak. Sudah terbayang dalam pikiran orang tua itu bahwa uang tersebut akan digunakan untuk membangun masjid, pergi haji sekali lagi, sebagian akan dibagikannya kepada anak-anak saudara almarhum. Tapi, yang terjadi sungguh di luar dugaan. Istri almarhum keberatan memberikan bagian warisan kepada mertuanya.

Begitulah sisi buruk manusia, keserakahan segera muncul mengalahkan kepatuhannya terhadap hukum Allah. Padahal, peninggalan almarhum sangat banyak, lebih dari cukup untuk keperluan pendidikan anak-anak.

Sudah banyak kerabat mengingatkan, seperenam peninggalan almarhum tidak halal dimilikinya karena itu bukan haknya. Tapi, dia tetap kukuh pada keputusannya, hingga orang tua itu meninggal dunia tujuh tahun kemudian tanpa pernah menerima bagiannya.

Perempuan itu mencoba bertahan membesarkan anak sendirian. Dia takut menikah lagi karena khawatir dapat suami yang akan menghabisi hartanya. Tetapi, karena tidak memiliki ilmu dan pengalaman, di tangannya perusahaan suaminya lama-lama semakin menurun.

Akhirnya, dia putuskan menikah dengan harapan dapat suami yang akan mendampinginya mengelola perusahaan. Sayang dia tertipu, ternyata suami barunya penjudi. Perusahaan jatuh bangkrut dan kekayaannya habis tak bersisa. Bisnis berhenti, sementara utang menumpuk di bank. Demikianlah, harta yang haram tidak akan mendatangkan berkah, bahkan bisa membawa habis harta yang halal. (sumber : ROL, Oleh Prof Yunahar Ilyas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar