PRAKATA

- HIDUP adalah sebuah pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekwensi-nya. Silahkan saja membenarkan diri terhadap apa yang telah dilakukan, tapi hati tidak pernah bohong dan parameter hukum/norma yang paling sempurna hanyalah ketentuan Allah SWT, jadi segeralah menuju pintu taubat, selama nafas masih ditenggorokan serta pintu taubat masih terbuka, sebelum segalanya jadi terlambat & penyesalan yang tiada guna lagi (Jkt, Juni 2012 rev.@jogja 8 Mei 2018) -

Selasa, 03 April 2012

Masih Pantaskah Diriku Dipanggil Muslim?

Semenjak pulang dari pengajian “Jum’at Taqwa” di sekolahnya, Ahmad terlihat murung dan gelisah. Siswa kelas dua SMA ini kini mengalami suatu perubahan yang amat mencolok yaitu dia kini sangatlah rajin untuk shalat, tidak seperti sebelumnya yang begitu malas untuk shalat dan selalu menolak ketika diajak untuk shalat.

Perubahan ini disambut gembira oleh orang tua Ahmad, akan tetapi masih ada satu hal yang mengganjal dibenak orang tua Ahmad, kenapa Ahmad mengalami perubahan begitu drastis? Setelah diselidiki, ternyata Ahmad berubah setelah mendengarkan pengajian “Jum’at Taqwa” di sekolahnya. Pada saat itu, pengajian “Jum’at Taqwa” diisi oleh Ustadz Abduh dengan tema “Masih Pantaskah Diriku Dipanggil Muslim?”. Dalam pengajian itu, Ustasz Abduh mengupas tuntas tentang kafirnya orang yang tidak melaksanakan shalat. Dan isi materi ceramah Ustadz Abduh itulah yang menggugah hati Ahmad sehingga membuat Ahmad berubah menjadi seperti sekarang.

Setiap hari Ahmad selalu merenungi isi ceramah dari Ustadz Abduh yang begitu erat melekat kata-kata demi kata di dalam benaknya.

***

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.”
(QS. Maryam : 59-60)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)

Dari ayat Al Qur’an dan penjelasannya di atas, dapat kita ketahui bahwa orang yang menyia-nyiakan shalat ataupun meninggalkan shalat akan ditempatkan di sungai Al Ghoyya yang terletak di neraka Jahannam yang dalam. Sehingga kita dapat menarik kesimpulan bahwa orang yang menyia-nyiakan shalat tergolong sebagai kafir karena ditempatkan di nerakan terdalam, sedangkan seandainya orang yang menyia-nyiakan shalat tidak termasuk kafir maka tentulah ia tidak akan diletakkan di neraka terdalam melainkan di neraka paling atas.

Sedangkan di dalam hadits, Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam telah menerangkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat,

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.”
(HR. Muslim no. 257).

Dari hadits di atas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa pembeda orang syirik dan kafir dengan orang muslim terletak pada shalat, jadi apabila seseorang muslim tidak shalat maka hilanglah pembeda antara dirinya dengan orang syirik dan kafir.

Selain dari Al Qur’an dan Al hadits, ijma’ para sahabat pun juga telah menerangkan bahwa kafirnya orang yang tidak melaksanakan shalat.

Umar mengatakan,

”Tidaklah disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat.”

Dari jalan yang lain, Umar berkata,

“Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” (Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam sunannya, juga Ibnu ’Asakir. Hadits ini shohih, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 209).

Selain dari Umar radhiyallahu ‘anha, mayoritas sahabat yang lain pun juga berpendapat kafirnya orang yang tidak shalat.

Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,

“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)

Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa perbedaan seorang muslim dengan kafirin adalah terletak pada shalanya. Sehingga bukanlah seorang muslim orang yang tidak melaksanakan shalat.

Dan bagi yang merasa sering melupakan shalat ataupun tidak mengerjakan shalat maka bersegeralah untuk meminta ampun kepada Allah ta’ala, janganlah berlepas diri dari ampunanNya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Zumar: 53)

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Furqan: 68-70)

Dari ayat di atas kita dapat melihat bahwa Allah ta’ala begitu besar ampunanNya, jadi selama nafas masih berhembus janganlah berlepas diri dari ampunanNya, teruslah bertaubat dengan sesungguh-sungguhnya. Insya Allah dosa-dosa kita akan diampuni.

***
Isi ceramah itulah yang begitu merasuk ke dalam jiwa Ahmad, sehingga Ahmad bertekad untuk tidak akan pernah lagi untuk meninggalkan shalat. Karena Ahmad masih ingin dipanggil sebagai seorang muslim…

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

”Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi).

Oleh : Abdul Al Hafizh (eramuslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar