Salah seorang di antara para nabi pernah mengeluh kepada Allah.
“Ya Rabb, wahai Tuhan, hamba yang mukmin, taat kepadaMu dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan kepadaMu, begitu susah mendapatkan dunia dan justru Engkau beri bala. Sementara hamba yang kafir, tidak taat kepadaMu dan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan kepadaMu, Engkau menjauhkannya dari bala dan memudahkannya dalam meraih dunia.”
Mendengar keluhan tersebut, Allah pun menurunkan wahyu.
“Sesungguhnya hamba-hamba itu semuanya milikKu. Bala juga milikKu. Semua bertasbih memujiKu. Hamba yang mukmin itu mempunyai dosa-dosa. Maka, aku jauhkan dunia darinya dan Ku beri dia bala supaya menjadi kifarat (penutup/penghapus) dosa-dosanya. Kelak, ia akan bertemu denganKu dan akan Aku ganjar ia dengan kebaikan-kebaikannya.”
“Sementara itu, si kafir mempunyai sejumlah kebaikan. Maka Aku mudahkan rezeki baginya dan Ku jauhkan ia dari bala. Aku membalas kebaikannya di dunia sehingga nanti ia akan bertemu denganKu dan akan Aku ganjar ia dengan kejelekan-kejelekan.”
***
Renungilah kawan, betapa Allah Maha Adil. Ia membalas kebaikan dengan kebaikan dan membalas keburukan dengan keburukan. Tiada pernah kezhaliman yang Allah limpahkan kepada manusia. Kecuali manusia itu yang menzhalimi dirinya sendiri.
Mungkin yang kita ingat, suatu keburukan yang terjadi bisa merupakan tanda sebuah ujian, peringatan atau azab. Bagi yang taat, maka itu adalah ujian. Peringatan bagi yang lalai dan azab bagi yang ingkar.
Lalu, mengapa Allah kok lebih terasa baik dengan hamba yang Mukmin dengan hamba yang kafir. Allah membersihkan dosanya dengan memberikan balasan bagi keburukannya langsung di dunia sedangkan untuk kafir langsung kebaikannya diganjar di dunia hingga tak tersisa di akhirat kelak.
Balasan yang Allah berikan kepada Mukmin, bisa menjadi kifarat jika memang hamba itu ridho dan tawakkal atas apa yang menimpa dirinya. Ia sadar jika itu adalah ujian untuk peningkatan derajatnya sebagai hamba di mata Allah. Ia senantiasa bersyukur dengan apa yang ia alami.
Tapi jika bala tersebut menyebabkan seorang Mukmin justru berbalik menjadi ingkar, dikarenakan ia tidak sabar akan ujian dan menghujat Allah. Kebaikan yang tadinya hampir sempurna di hadapan Allah, justru melebur karena murka Allah akan dirinya. Na’udzubillah.
Kemudian, Allah menyegerakan balasan kebaikan yang dilakukan orang kafir dengan kebaikan langsung pula di dunia. Jika momen tersebut menjadikannya justru terkena siraman hidayah Allah, maka InsyaAllah akhir hidupnya akan menjadi khusnul khatimah. InsyaAllah.
Kebaikan yang tampak oleh mata, bukan ajang untuk melupakan Allah dari tiap helaan nafas. Karena hidayah itu tak akan datang jika kita tak menjemputnya sendiri. Jika kita terlena dengan kebaikan yang Allah berikan bisa jadi kita salah satu makhluk yang sebenarnya sedang Allah beri ganjaran kebaikan di dunia hingga tak tersisa lagi untuk di akhirat kelak.
Karena takdir manusia sudah Allah tetapkan ketika manusia baru berusia empat bulan di dalam rahim ibu. Baik atau burukkah akhir hidupnya kelak. Tapi jangan menjadikan takdir itu menjadi acuan. Jika kini kita dalam gelimang dosa, jangan dahulu kita pasrah dan berkata, “Ah untuk apa aku berbuat baik, toh hidupku kini sudah buruk” dan jangan pula kita sombong dengan ibadah yang kita lakukan seolah-olah menjadi manusia paling bersih tanpa dosa dan akan mendapatkan takdir yang baik kelak.
Yang terpenting, apapun kondisi kita saat ini, tetaplah selalu berusaha mendekat kepadaNya dengan sepenuh hati. Allah Maha Pengampun, ampunanNya seluas langit dan bumi. Jangan pernah pesimis akan akhir kehidupan kita kelak. Jika kita berjalan menuju Allah, maka Allah akan berlari menyambut kita.
Karena Allah teramat sayang kepada kita hambaNya.
Pernah ada suatu kisah tentang seorang pembunuh yang telah membunuh seratus orang yang akhirnya Allah berikan kebaikan di akhir hidupnya, karena orang tersebut memang sungguh-sungguh ingin bertaubat.
Juga kisah seorang ahli ibadah yang akhir hidupnya su’ul khatimah dikarenakan terpedaya oleh rayuan syaithan untuk memperkosa dan membunuh putri seorang raja yang dititipkan kepadanya dengan maksudnya untuk mendidiknya.
Sungguh, takdir hanya Allah Yang Maha Tahu. Tugas kita adalah menjalankan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dengan usaha maksimal dan InsyaAllah kita memperoleh gelar taqwa dariNya. Dan di akhir hidup, kita bisa tersenyum hingga nanti berjumpa dengan Allah di akhirat kelak. Aamiin.
Allahua’lam (sumber : eramuslim.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar