PRAKATA

- HIDUP adalah sebuah pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekwensi-nya. Silahkan saja membenarkan diri terhadap apa yang telah dilakukan, tapi hati tidak pernah bohong dan parameter hukum/norma yang paling sempurna hanyalah ketentuan Allah SWT, jadi segeralah menuju pintu taubat, selama nafas masih ditenggorokan serta pintu taubat masih terbuka, sebelum segalanya jadi terlambat & penyesalan yang tiada guna lagi (Jkt, Juni 2012 rev.@jogja 8 Mei 2018) -

Minggu, 20 Maret 2022

Kisah Seorang Ahli Kubur yang Berhenti Didoakan Anaknya

Syekh Zainuddin al-Malaibari dalam Irsyad al-‘Ibad (hal. 33) mengisahkan ada seorang laki-laki bermimpi melihat beberapa ahli kubur yang keluar dari kuburnya. Mereka kemudian sibuk memunguti sesuatu. Namun, belum diketahui apa yang sedang mereka punguti. Laki-laki itu kemudian menceritakan mimpinya sebagai berikut:

Aku sempat heran melihat pemandangan itu. Belum usai keherananku, terlihat ada seorang ahli kubur yang tengah duduk dan tidak ikut memunguti sesuatu bersama mereka. Aku coba menghampirinya dan bertanya, “Apa yang sedang dipunguti mereka?” Ahli kubur yang duduk tadi menjawab, “Kebaikan yang berasal dari bacaan Al-Qur’an, sedekah, dan doa yang dihadiahkan kaum Muslimin untuk mereka.” Aku kembali bertanya, “Lantas mengapa engkau tak ikut memungutinya?” Dijawabnya, “Aku sudah cukup.” Aku pun bertanya lagi, “Karena apa engkau tidak memerlukannya?” Dijawab oleh ahli kubur tersebut, “Dengan khatam Al-Qur’an yang dilakukan dan dihadiahkan oleh anakku setiap hari. Anakku ada di pasar ini dan berjualan zalabiyah (sejenis makanan ringan berbahan tepung dan telur).”

Keesokan paginya, setelah terbangun, aku langsung pergi ke pasar yang disebutkan ahli kubur dalam mimpi semalam. Benar saja di sana ada seorang anak muda yang berdagang zalabiyah, sedangkan kedua bibirnya tak pernah henti berucap. Aku pun menanyakannya,

“Mengapa engkau tak henti menggerakkan kedua bibirmu?” Si anak muda menjawab, “Aku sedang membaca Al-Qur’an lalu menghadiahkannya kepada ayahku yang sudah di alam kubur.”

Beberapa waktu kemudian, aku bermimpi melihat beberapa ahli kubur keluar lagi dari kuburnya, seperti pada mimpi sebelumnya. Namun, yang membuatku heran kali ini adalah ahli kubur yang semula tak ikut memunguti sesuatu, kini turut memungutinya bersama ahli kubur yang lain. Makanya begitu terbangun, aku segera pergi lagi ke pasar guna mengetahui kabar si anak muda yang biasa berdagang zalabiyah sambil membaca Al-Qur’an itu. Dan ternyata, sekarang ia sudah meninggal.

****

Dari sepenggal kisah di atas, dapat ditarik beberapa pelajaran:

     *)  Kebaikan yang dihadiahkan kaum Muslimin kepada ahli kubur, baik berupa bacaan Al-Qur’an, doa, ataupun sedekah, terbukti sampai kepada mereka.

*) Demikian pula kebaikan yang dihadiahkan seorang anak kepada orang tuanya yang sudah meninggal. Contohnya bacaan Al-Qur’an si anak muda dalam kisah di atas

*) Hadiah kebaikan dari seorang anak, kerabat, atau siapa saja kepada orang yang telah meninggal cukup meringankan kesulitan orang yang telah meninggal tersebut.

*) Benar apa yang dikatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa di antara kebaikan yang terus mengalir—walaupun seseorang telah meninggal—adalah anak saleh yang selalu mendoakan. Berhenti yang mendoakan, maka berhenti pula aliran kebaikan itu, sebagaimana berhentinya kebaikan si anak muda yang membaca Al-Qur’an, karena dirinya meninggal. Wallahu a‘lam.

_________________

Sumber : Islam.Nu.Or.id

Upload by : cak_1 @Jkt 21032022

Syekh Zainuddin al-Malaibari dalam Irsyad al-‘Ibad (hal. 33) mengisahkan ada seorang laki-laki bermimpi melihat beberapa ahli kubur yang keluar dari kuburnya. Mereka kemudian sibuk memunguti sesuatu. Namun, belum diketahui apa yang sedang mereka punguti. Laki-laki itu kemudian menceritakan mimpinya sebagai berikut: Aku sempat heran melihat pemandangan itu. Belum usai keherananku, terlihat ada seorang ahli kubur yang tengah duduk dan tidak ikut memunguti sesuatu bersama mereka. Aku coba menghampirinya dan bertanya, “Apa yang sedang dipunguti mereka?” Ahli kubur yang duduk tadi menjawab, “Kebaikan yang berasal dari bacaan Al-Qur’an, sedekah, dan doa yang dihadiahkan kaum Muslimin untuk mereka.” Aku kembali bertanya, “Lantas mengapa engkau tak ikut memungutinya?” Dijawabnya, “Aku sudah cukup.” Aku pun bertanya lagi, “Karena apa engkau tidak memerlukannya?” Dijawab oleh ahli kubur tersebut, “Dengan khatam Al-Qur’an yang dilakukan dan dihadiahkan oleh anakku setiap hari. Anakku ada di pasar ini dan berjualan zalabiyah (sejenis makanan ringan berbahan tepung dan telur).” Keesokan paginya, setelah terbangun, aku langsung pergi ke pasar yang disebutkan ahli kubur dalam mimpi semalam. Benar saja di sana ada seorang anak muda yang berdagang zalabiyah, sedangkan kedua bibirnya tak pernah henti berucap. Aku pun menanyakannya, “Mengapa engkau tak henti menggerakkan kedua bibirmu?” Si anak muda menjawab, “Aku sedang membaca Al-Qur’an lalu menghadiahkannya kepada ayahku yang sudah di alam kubur.” Beberapa waktu kemudian, aku bermimpi melihat beberapa ahli kubur keluar lagi dari kuburnya, seperti pada mimpi sebelumnya. Namun, yang membuatku heran kali ini adalah ahli kubur yang semula tak ikut memunguti sesuatu, kini turut memungutinya bersama ahli kubur yang lain. Makanya begitu terbangun, aku segera pergi lagi ke pasar guna mengetahui kabar si anak muda yang biasa berdagang zalabiyah sambil membaca Al-Qur’an itu. Dan ternyata, sekarang ia sudah meninggal. Dari sepenggal kisah di atas, dapat ditarik beberapa pelajaran: Kebaikan yang dihadiahkan kaum Muslimin kepada ahli kubur, baik berupa bacaan Al-Qur’an, doa, ataupun sedekah, terbukti sampai kepada mereka. Demikian pula kebaikan yang dihadiahkan seorang anak kepada orang tuanya yang sudah meninggal. Contohnya bacaan Al-Qur’an si anak muda dalam kisah di atas. Hadiah kebaikan dari seorang anak, kerabat, atau siapa saja kepada orang yang telah meninggal cukup meringankan kesulitan orang yang telah meninggal tersebut. Benar apa yang dikatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa di antara kebaikan yang terus mengalir—walaupun seseorang telah meninggal—adalah anak saleh yang selalu mendoakan. Berhenti yang mendoakan, maka berhenti pula aliran kebaikan itu, sebagaimana berhentinya kebaikan si anak muda yang membaca Al-Qur’an, karena dirinya meninggal. Wallahu a‘lam.

Sumber: https://islam.nu.or.id/hikmah/kisah-seorang-ahli-kubur-yang-berhenti-didoakan-anaknya-Rrdsh

Memetik Hikmah dari Kisah Hamba yang Beribadah 500 Tahun

Dalam satu hadits riwayat Imam Muslim, sahabat Jabir radhiyallahu 'anhu (RA) berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada amalan seorang pun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelamatkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah".

Dikisahkan dari sahabat Jabir RA, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam (SAW) mendatangi kami kemudian Beliau bersabda: "Jibril berkata: Wahai Muhammad, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla memiliki seorang hamba telah beribadah kepada Allah selama lima ratus tahun di puncak gunung di sebuah pulau yang dikelilingi dengan lautan yang lebar dan tinggi gunung itu adalah tiga puluh dzira".

Jarak dari setiap tepi lautan yang mengelilingi gunung itu adalah empat ribu farsakh. Di gunung itu terdapat sebuah mata air selebar beberapa jari. Dari mata air itu mengalir air segar dan berkumpul ke sebuah telaga di kaki gunung.

Di sana juga terdapat pohon-pohon delima yang selalu berbuah setiap hari sebagai bekal hamba tersebut beribadah kepada Allah setiap harinya. Setiap kali menjelang sore, hamba itu turun dari gunung ke telaga untuk mengambil air wudlu, sekaligus memetik buah delima lalu memakannya, baru kemudian mengerjakan salat.

Usai salat, hamba itu selalu berdoa kepada Allah Taala, supaya kelak ketika ajalnya menjemput, dia wafat dalam keadaan bersujud kepada Allah dan dia juga berdoa supaya setelah kematiannya, jasadnya tidak dirusak oleh bumi dan oleh apapun juga sampai datangnya hari kebangkitan.

Allah Ta'ala pun mengabulkan semua doa hamba tersebut. Kemudian Allah berfirman: "Masukkan hambaKu ini ke surga dengan sebab rahmat-Ku".

Hamba tersebut berkata: "Dengan sebab amalku Ya Rabb".

Allah berfirman: "Masukkan hambaKu ke surga dengan sebab rahmat-Ku".

Hamba tersebut tetap berkata: "Dengan sebab amalku Ya Rabb".

Kemudian Allah berfirman: "Sekarang coba timbang amal hambaKu ini dengan nikmat yang telah aku berikan kepadanya".

Ternyata setelah ditimbang, nikmat penglihatan yang telah diberikan Allah kepada hamba itu menyamai timbangan amal ibadah yang telah dilakukannya selama 500 tahun. Dan masih tersisa anggota tubuh lain yang belum ditimbang, sedangkan amal hamba tersebut ternyata sudah habis.

Kemudian Allah Ta'ala berfirman: "Sekarang masukkan hambaKu ini ke neraka".

Mendengar perintah Allah itu, kemudian para Malaikat menggiring hamba tersebut ke neraka. Tiba-tiba ketika akan digiring ke neraka, hamba itu berteriak sambil menangis: "Ya Rabb, masukkan aku ke surga dengan rahmat-Mu".

Kemudian Allah Ta'ala berfirman kepada para Malaikat: :Tahan dulu wahai Malaikat, dan bawa dia ke sini".

Hamba itu lalu dibawa oleh para Malaikat kehadapan Allah Ta'ala. Kemudian Allah berfirman: "Wahai hambaKu, siapakah yang telah menciptakanmu yang sebelumnya kamu bukan apa-apa?" Hamba itu menjawab: "Engkau Ya Rabb".

Kemudian Allah berfirman: "Siapakah yang telah memberimu kekuatan sehingga kamu mampu beribadah kepadaKu selama 500 tahun?" Hamba tersebut menjawab: "Engkau Ya Rabb".

Allah berfirman: "Siapakah yang telah menempatkanmu di sebuah gunung yang berada di tengah-tengah laut yang luas, mengalirkan dari gunung tersebut air yang segar sedangkan di sekelilingnya adalah air asin. Yang menumbuhkan buah delima setiap malam yang seharusnya hanya setahun sekali berbuah, serta siapa yang telah memenuhi permintaanmu, ketika engkau berdoa supaya dimatikan dengan cara bersujud?"

Hamba itu menjawab dengan wajah menunduk: "Engkau Ya Rabb".

Allah berfirman: "Itu semua tak lain adalah atas rahmat-Ku, dan dengan rahmat-Ku juga engkau Aku masukkan surga".

Kemudian Allah Ta'ala berfirman kepada para Malaikat: "Masukkan hambaKu ini ke surga, engkau adalah sebaik-baik hamba wahai hamba-Ku". Dan dimasukkanlah hamba itu ke dalam surga berkat rahmat Allah Ta'ala.

Kemudian Malaikat Jibril AS berkata: "Sesungguhnya, segala sesuatu itu berkat rahmat Allah wahai Muhammad"

****

Demikian kisah seorang hamba yang beribadah 500 tahun semoga bisa menjadi iktibar dan pelajaran berharga. Ahli ibadah tersebut mendapat teguran keras dari Allah hingga masuk neraka dan akhirnya dimasukkan ke surga setelah mengakui kebesaran Allah dengan segala Rahmat-Nya.

Hikmah yang bisa kita petik dari kisah ini adalah jangan pernah merasa aman dengan rahmat Allah, sehingga membuat kita enggan dan meninggalkan amal saleh. Karena Allah berfirman dala Qur'an: "Itulah surga yang dikaruniakan untuk kalian, disebabkan amal saleh kalian dahulu di dunia" (QS. Az-Zukhruf : 72).

Tapi ingat, jangan pernah merasa ujub (berbangga diri) dengan amalan. Sebab, tidak ada keimanan dan ketaatan yang menyebabkan seorang masuk surga melainkan karena rahmat Allah Ta'ala. Allahu A'lam.

____________________

Sumber : kalam/sindonews..

Upload load by cak_1 @Jkt 21032022

Rabu, 16 Maret 2022

Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja

"Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja."

 Quotes legendaris dari Buya Hamka satu ini seakan tidak lekang oleh waktu. Dalamnya terasa.

Quotes ini cukup menyentil bagaimana kondisi saat ini.

Hidup tidak akan berubah tanpa bekerja dan jika pun bekerja tidak hanya sekadar ngasal bekerja saja.

Kerja keras penting namun yang lebih penting lagi adalah kerja cerdas yang tentunya harus dibawah aturan Allah melalui kitab sucinya agar hidup dan kerja ini barokah dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Bukan sekedar bekerja tanpa tentu arah dan tujuan yang tidak jelas, sehingga apapun yang dikerjakan tidak membuahkan hasil yang baik, malah menjadi kekisruhan, membuat beban kehidupan dunia, apalagi menjadi beban berat dikehidupan akherat kelak.

_____________

Sumber : Eramuslim (upload by Cak_1 @Jkt 17032022)

 

Sering Nangis Lihat Film Sedih, Namun Tak Pernah Menangis Karena Allah Swt

Banyak sekali film-film yang bisa menggugah hati manusia, bisa membuat senang gembira dan bisa juga membuat sedih. Tidak jarang film tersebut terdapat tangisan dari pemerannya yang membuat para penonton ikut menjadi sedih dan meneteskan air mata.

Perlu direnungkan oleh kaum muslimin, jangan sampai kita ketika membaca ayat Al-Quran atau ketika membaca perjuangan para Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan Sahabat membela Islam kita sulit menangis dan tersentuh, akan tetapi ketika menonton film (yang notabenenya sandiwara) atau ketika membaca cerita fiktif kita menangis tersedu-sedu?

Menangis ini adalah berpura-pura, ini yang disebutkan oleh ulama sebagai Al-Buka’ Al-Kadzib ”tangisan palsu”, sebagaimana tangisan saudara-saudara Nabi Yusuf Alaihissalam ketika mengadu kepada bapak mereka bahwa Yusuf telah dimakan serigala.

Sebagaimana kisah dalam Al-Quran,

وجاؤوا أباهُمْ عِشَاءً يَبْكونَْ قَالُواْ يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِندَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنتَ بِمُؤْمِنٍ لِّنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ

Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis. Mereka berkata: “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.” (Yusuf: 16-17).

Eramuslim.com -Banyak sekali film-film yang bisa menggugah hati manusia, bisa membuat senang gembira dan bisa juga membuat sedih. Tidak jarang film tersebut terdapat tangisan dari pemerannya yang membuat para penonton ikut menjadi sedih dan meneteskan air mata.

Perlu direnungkan oleh kaum muslimin, jangan sampai kita ketika membaca ayat Al-Quran atau ketika membaca perjuangan para Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan Sahabat membela Islam kita sulit menangis dan tersentuh, akan tetapi ketika menonton film (yang notabenenya sandiwara) atau ketika membaca cerita fiktif kita menangis tersedu-sedu?

Menangis ini adalah berpura-pura, ini yang disebutkan oleh ulama sebagai Al-Buka’ Al-Kadzib ”tangisan palsu”, sebagaimana tangisan saudara-saudara Nabi Yusuf Alaihissalam ketika mengadu kepada bapak mereka bahwa Yusuf telah dimakan serigala.

Sebagaimana kisah dalam Al-Quran,

وجاؤوا أباهُمْ عِشَاءً يَبْكونَْ قَالُواْ يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِندَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنتَ بِمُؤْمِنٍ لِّنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ

Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis. Mereka berkata: “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.” (Yusuf: 16-17)



Bahkan terdapat istilah “tangisan bayaran” Al-buka’ Al musta’ar wal musta’jar alaihi sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim, beliau berkata,

البكاء المستعار والمستأجر عليه ، كبكاء النائحة بالأجرة فإنها كما قال أمير المؤمنين عمر بن الخطاب تبيع عبرتها وتبكي شجو غيرها

“Tangisan yang disewa yaitu tangisan orang yang meratap dengan upah (dibayar untuk menangisi tokoh besar agar terlihat banyak yang merasa kehilangan, pent). Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab, “ia menjual tetesan air mata dan menangis duka untuk orang lain”.


Tersentuh hatinya dan bisa menangis dengan Al-Quran dan takut kepada Allah

Hendaknya kaum muslimin mempunyai hati yang lembut dan mudah tersentuh dengan kebaikan serta rasa takut kepada Allah. Menangis karena Allah dalam kesendirian adalah termasuk sifat para Nabi dan orang shalih, ini menunjukkan lembutnya hati mereka.

Para Nabi dan orang-orang shalih menangis karena Allah, Allah Ta’ala berfirman,

أولئك الذين أنعم الله عليهم من النبيين من ذريه آدم وممن حملنا مع نوح ومن ذريه إبراهيم وإسرائيل وممن هدينا واجتبينا إذا تتلى عليهم آيات الرحمن خروا سجداً وبكياً

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (Maryam: 58).

Sehingga orang-orang shalih sangat senang jika matanya menangis karena Allah, sebagia bukti keimanan karena menangis karena Allah tidak bisa dipaksakan begitu saja.

Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,

لأن أدمع من خشية الله أحب إلي من أن أتصدق بألف دينار

“Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.

Hendaknya sebagai seorang muslim, kita lebih bergetar dan tersentuh hati kita dengan Al-Quran dibandingkan film-film sedih yang hanya merupakan sandiwara saja.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal: 2).

Semoga kita termasuk yang mudah tersentuh dan sering menangis dalam kesendirian, takut kepada Allah. Karena balasan pahala sanga besar dari Allah.

Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عينان لا تمسهما النار ، عين بكت من خشية الله ، وعين باتت تحرس في سبيل الله

Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam (jihad) di jalan Allah” , disahihkan Syaikh Al-Albani dalam Sahih Sunan At-Tirmidzi (1338)].

________________

Sumber : Eramuslimn (Upload By Cak_1 @ Jkt 17032022)