PRAKATA

- HIDUP adalah sebuah pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekwensi-nya. Silahkan saja membenarkan diri terhadap apa yang telah dilakukan, tapi hati tidak pernah bohong dan parameter hukum/norma yang paling sempurna hanyalah ketentuan Allah SWT, jadi segeralah menuju pintu taubat, selama nafas masih ditenggorokan serta pintu taubat masih terbuka, sebelum segalanya jadi terlambat & penyesalan yang tiada guna lagi (Jkt, Juni 2012 rev.@jogja 8 Mei 2018) -

Kamis, 15 Desember 2011

Dengan Apa Memperbaiki Kelemahan?

Jiwa manusia terdapat kelemahan yang pada dasarnya merupakan hasil timbunan dari berbagai macam syahwat (keinginan) hawa nafsu. Timbunan berbagai macam syahwat itu, terus bertambah, searah perjalanan kehidupan manusia.

Jarang manusia yang mampu menghadapi dan memenangkan pertarungan dalam dirinya menghadapi dorong syahwat. Manusia seringkali kalah berperang melawan syahwat.

Kelalaian, kealpaan, keinginan-keinginan keindahan, serta rayuan syaitan senantiasa mengusiknya. Seperti firman-Nya :

يُرِيدُ اللّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفًا ﴿٢٨﴾

"Allah menghendaki untuk memberikan keringanan kepada kamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah."(QS. An-Nisaa' [4] : 28)

وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَى آدَمَ مِن قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا ﴿١١٥﴾

"Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat."(QS. Thaha [20] : 115)

Terkadang manusia begitu lemah, tak berdaya, dan sangat toleran menghadapi keinginan syahwat nafsunya. Karena mata mereka telah terbelenggu oleh syahwat, sehingga hal-hal yang dilarang dan diharamkan oleh Allah Azza Wa Jalla menjadi indah, sangat indah, dan menggiurkan. Memaksa manusia menyerah dengan keinginan dan kehendak nafsu syahwatnya.

Sangat tidak menyadari manusia ketika berbuat zalim, maksiat, menyeleweng, durhaka, dan melakukan dosa-dosa besar, karena mata, hati dan pikiran mereka sudah tertutup oleh syahwat, dan segala bentuk kezaliman menjadi indah, dan menikmatinya. Mereka tidak pernah mengira, bahwa diri mereka sudah berada di lembah dosa, dan bergelimang dengan maksiat. Semua terasa nikmat. Semua terasa indah.

Karena segala kezaliman, kesesatan, kemaksiatan, dosa, dan durhaka menjadi indah bagi manusia. Manusia tidak pernah menyadari, bahwa ujian yang diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla itu, agar menyadarkan mereka untuk kembali ke jalan-Nya. Tetapi, justeru manusia semakin jauh dari jalan-Nya.

Kemuliaan bagi manusia hanya akan dapat diraihnya, manakala manusia memiliki kekuatan melawan segala bentuk hawa nafsu, yang selalu timbul setiap hari menggoda dan mempengaruhi jiwanya. Jiwa yang menang dan berharga, hanyalah mereka yang menang dalam menghadapi syahwat yang menggelora. Setiap manusia harus menjadi pejuang terhadap dirinya sendiri, sebelum menjadi pejuang dan penegak bagi agama-Nya, melalui cara melawan segala makar yang timbul dari syahwat hawa nafsunya.

Tidak mungkin manusia akan menjadi penegak dan pejuang yang gagah mulia bagi agama-Nya, selama ia tidak mampu mengalahkan syahwat nafsunya.

Mereka yang berbicara kebenaran, keadilan, kejujuran, dan semua nilai-nilai agama yang luhur, dan bisa lebih banyak berbicara dengan segala kemampuannya, tetapi mereka banyak pula yang menjadi hina, karena dikalahkan hawa nafsunya.

Mereka yang tidak mampu menegakkan al-haq, dan tidak berani pula menegaskan tentang jati dirinya, sebagai seorang mukmin, karena saat bersamaan ia dikalahkan oleh syahwatnya.

Manusia yang terlalu mencintai keindahan dunia, hakekatnya merupakan manusia yang tertipu oleh setan, melalui naluri syahwat mereka. Mereka berbondong-bondong mengikuti parade kesesatan dan kezaliman serta kedurhakaan, tetapi manusia menganggapnya sebagai kemenangan dari perjalanan hidupnya.

Tidak mungkin sapu yang kotor dapat menjadi pembersih kotoran kehidupan. Tidak mungkin mereka akan menjadi penegak agama Allah Azza Wa Jalla, bila mereka hanyalah kumpulan orang-orang yang sudah dikalahkan oleh syahwat dan hawa nafsunya. Inilah realitas kehidupan sekarang ini.

Manusia harus memiliki kekuatan yang akan mengantarkan diri mereka kepada kemuliaan, kekuatan menaklukkan syahwat hawa nafsunya. Manusia yang akan dapat selamat dan berharga hidupnya, mereka yang hanya mengikuti manhaj al-Qur'an, dan mereka yang selalu beritiba' (mengkuti) Sunnahnya. Mereka yang berjalan lurus sesuai dengan arahan-Nya.

Hanya dengan jalan ibadah yang mengarahkan seluruh jiwanya kepada Allah Rabbul Alamin, mencintai-Nya dengan tulus, tanpa suatu keinginan sekecil apapun, yang menjadi bentuk cinta kepada-Nya, kecuali hanya ingin mendapatkan ridha-Nya. Tidak berlaku sombong di muka bumi.

Manusia-manusia yang sudah menempuh jalan-Nya, tak pernah lagi memikirkan selain dari-Nya, yang akan memberikan kebahagiaan dan kemuliaan, saat bertemu dengan-Nya di akhirat nanti. Manusia-manusia yang sudah mengalahkan syahwat dan naluri nafsunya, yang saatnya nanti akan menjadi orang-orang yang menang. Mereka berjalan di muka bumi dengan penuh taat, tunduk, patuh, dan tidak lagi berbuat zalim, serta berlaku sombong, dan menjauhi sifat-sifat keji.

Firman-Nya:

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ ﴿١٨﴾وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ ﴿١٩﴾

"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lgi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."(QS. Lukman [31] : 18-19)

وَلاَ تَمْشِ فِي الأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ الأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولاً ﴿٣٧﴾

"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung."(QS. al-Isra [17] : 37)

Sabda Rasulullah Shallahu alaihi wassalam:

"Siapakah orang yang kalian anggap kuat diantara kalian?" Kami (para shahabat) menjawab : "Yaitu yang tidak dapat dikalahkan oleh orang-orang". Rasulullah menjawab :"Bukan itu. Tetapi, yang mampu mengendalikan hawa nafsunya saat marah". (HR. Muslim)

Beliau juga bersabda:

"Orang kuat bukanlah yang hebat dalam berkelahi, tetapi yang mampu mengendalikan hawa nafsu ketika marah."(HR. Bukhari dan Muslim)

Sikap memuja hawa nafsu, sombong, takabbur, riya, ghurur, dan jenis-jenis sifat lainya yang merusak itu, hanyalah dapat dipupus dengan ibadah kepada Allah Azza Wa Jalla. Ibadah menyatukan seluruh potensi diri dan menghadapkan dirinya hanya kepada Allah Rabbul Alamin, sebagai jalan yang dapat mengalahkan syahwat dan hawa nafsu.

Kemenangan tak bakal dapat diraih orang-orang mukmin, selamanya, manakala ia masih dibawah bayang-bayang, dan dominasi syahwat dan nafsu. Jiwa-jiwa orang-orang mukmin, yang masih mendua, tidak mungkin akan memperoleh pertolongan-Nya. Orang-orang mukmin tidak mungkin akan keluar dari kegelapan, bila masih tergores dengan sisa-sisa jahiliyah.

Setan tidak akan pernah berhenti mengajak dan menyesatkan manusia mukmin, agar berpaling dari jalan-Nya. Karena itu, orang-orang mukmin harus memisahkan diri mereka secara total dari kehidupan jahiliyah hari ini, dan mengalahkan hawa nafsu dan syahwat, yang terus-menerus mendera diri mereka. Semuanya hanya dengan keimanan.

Orang-orang mukmin bila ingin selamat, hanya menjadikan al-Qur'an sebagai do'a, yang tak pernah henti-hentinya. Pagi, siang dan malam. Dengan terus menerus membaca al-Qur'an itu, berarti meneguhkan diri mereka hanya kepada Allah Rabbul Alamin. Tidak ada musibah dan penderitaan, kecuali hanya mengadu kepada Allah Azza Wa Jalla. Tidak ada yang layak disembah dan dimintai pertolongan kecuali Rabbul Alamin.

Orang-orang mukmin senantiasa memohon kepada Allah. Bagi mereka permohonan itu, menjadi bukti ketaatan dan ketundukkannya. Sementara sikapnya kepada Rasul shallahu alaihi wassalam, yang selalu mengikuti dan menteladaninya, menjadi bukti seluruh ibadahnya, benar-benar menjadi bukti dirinya sebagai orang mukmin, yang berbakti, dan bertaqwa. Dirinya benar-benar bersih dari segala noda, dan bisikan setan, yang ingin menyesatkannya.

Nibiulllah Ibrahim alaihissalam pun memohon segala sesuatu kepada Rabbul Alamin, baik yang berkenaan dengan hidup maupun sesudah kematiannya:

الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ ﴿٧٨﴾ وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ ﴿٧٩﴾ وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ ﴿٨٠﴾ وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ ﴿٨١﴾ وَالَّذِي أَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ ﴿٨٢﴾ رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ ﴿٨٣﴾ وَاجْعَل لِّي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ ﴿٨٤﴾ وَاجْعَلْنِي مِن وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ ﴿٨٥﴾ وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ ﴿٨٦﴾ وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ ﴿٨٧﴾ يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ ﴿٨٩﴾

"(Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah Yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat. (Ibrahim berdo'a) : Wahai Rabbi, berikanlah aku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shalih, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapaku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pda hari mereka dibangkitka, (yaitu) pada hari di mana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."(QS. Asy-Syuura [26] : 78-89)

Do'a adalah inti dalam ibadah, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah shallahu alaihi wassalam. Al-Qur'an memerintahkan agar kita ber do'a dengan ikhlas kepada Allah Rabbul Alamin.

Do'a adalah buah dari ma'rifah dan keimanan kepada manhaj dan fikrah al-Qur'an. Do'a merupakan perasaan terdalam dari kehambaan, kefakiran, dan kebutuhan seseorang kepada Allah Ta'ala. Do'a juga memberikan jaminan pada jiwa yang lalai, jiwa dari hakikat penghambaan.

Berdoalah selalu agar terjauh dari segala bujukan syahwat dan nafsu yang akan memupus kehidupan menjadi hina. Wallahu'alam. (oleh : Mashadi/ Eramuslim.com)

Rabu, 14 Desember 2011

Indikator Kesuksesan Hidup

Sebagaimana telah sama-sama kita yakini bahwa orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang didorong untuk selalu sukses di dalam kehidupannya (kesuksesan yang hakiki), baik di dunia maupun di akhirat nanti, apa pun posisi, kedudukan, dan profesinya. Seruan untuk menggapai kemenangan dan kesuksesan ini dikumandangkan pada setiap azan maupun ikamah ketika hendak melaksanakan shalat, yaitu kalimat hayya 'alal-falaah (mari kita raih kesuksesan dan keberhasilan).

Yang perlu kita sadari bersama bahwa indikator kesukesan dalam pandangan ajaran Islam bukan semata-mata pada aspek materi dan bukan pula sebaliknya hanya pada aspek rohani. Bukan pula pada aspek hablumminallah saja dengan mengabaikan hablumminannas atau sebaliknya, tetapi keseimbangan antara keduanya (tawazun) saling melengkapi dan saling mengisi.

Indikator kesuksesan yang bersifat tawazun ini, antara lain, seperti diungkapkan dalam QS Al-Mukminun (23): 1-11 (yang sering dijadikan contoh pribadi Rasulullah SAW yang sukses), yaitu:

Pertama, selalu berusaha untuk menegakkan shalat dengan penuh kekhusyukan dengan cara menjadikan shalat sebagai sebuah kebutuhan utama di samping kewajiban. Shalat dijadikan sebagai medium utama untuk meraih pertolongan dan ridha Allah SWT. Apalagi jika ditambah dengan shalat berjamaah yang dijadikannya untuk membangun silaturahim dan menguatkan ukhuwah Islamiyah di antara sesama orang yang rukuk dan sujud.

Kedua, mampu menghindarkan diri dari ucapan dan tindakan yang tidak ada manfaatnya. Artinya, berusaha memiliki etos kerja dan produktivitas yang tinggi serta mempersembahkan yang terbaik dalam bidang dan keahliannya sehingga betul-betul menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.

Ketiga, selalu berusaha mengeluarkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada yang membutuhkan, terutama kaum dhuafa dalam bentuk zakat, infak, dan bentukbentuk kedermawanan lainnya.
Sikap ini akan melahirkan kekuatan etika dan moral di dalam mencari rezeki. Hanya rezeki yang halal-lah yang ingin ia dapatkan.

Keempat, mampu menjaga akhlak dan kehormatannya dalam pergaulan dengan lawan jenis sehingga selalu terjaga kejernihan hati, pikiran, dan juga raganya. Dalam situasi apa pun tidak pernah melakukan kegiatan hura-hura yang penuh dengan kebebasan dan permisif.

Kelima, selalu ber usaha menjaga amanah dan janjinya. Disadari betul bahwa segala potensi yang ada pada dirinya se-perti ilmu pengetahuan dan harta meru pakan amanah dan titipan dari Allah SWT yang kemudian akan dipertangungjawabkan di hadapanNya. Persepsi dan pandangan seperti ini akan menyebabkan seseorang tidak akan pernah menghalalkan segala macam cara untuk meraih kenikmatan dunia yang sifatnya sesaat dan sementara.

Inilah beberapa indikator kesuksesan hidup seorang Muslim kapan dan di mana pun, yang mudah-mudahan menjadi guideline dalam mengaplikasikan dan mengimplementasikan.

Niat yang ikhlas dan kerja keras yang dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT merupakan bingkai utamanya. Wallahu a'lam.

Oleh : KH Didin Hafidhuddin (republika.com)

Selasa, 13 Desember 2011

Happy Ending

Salah seorang di antara para nabi pernah mengeluh kepada Allah.

“Ya Rabb, wahai Tuhan, hamba yang mukmin, taat kepadaMu dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan kepadaMu, begitu susah mendapatkan dunia dan justru Engkau beri bala. Sementara hamba yang kafir, tidak taat kepadaMu dan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan kepadaMu, Engkau menjauhkannya dari bala dan memudahkannya dalam meraih dunia.”

Mendengar keluhan tersebut, Allah pun menurunkan wahyu.

“Sesungguhnya hamba-hamba itu semuanya milikKu. Bala juga milikKu. Semua bertasbih memujiKu. Hamba yang mukmin itu mempunyai dosa-dosa. Maka, aku jauhkan dunia darinya dan Ku beri dia bala supaya menjadi kifarat (penutup/penghapus) dosa-dosanya. Kelak, ia akan bertemu denganKu dan akan Aku ganjar ia dengan kebaikan-kebaikannya.”

“Sementara itu, si kafir mempunyai sejumlah kebaikan. Maka Aku mudahkan rezeki baginya dan Ku jauhkan ia dari bala. Aku membalas kebaikannya di dunia sehingga nanti ia akan bertemu denganKu dan akan Aku ganjar ia dengan kejelekan-kejelekan.”

***

Renungilah kawan, betapa Allah Maha Adil. Ia membalas kebaikan dengan kebaikan dan membalas keburukan dengan keburukan. Tiada pernah kezhaliman yang Allah limpahkan kepada manusia. Kecuali manusia itu yang menzhalimi dirinya sendiri.

Mungkin yang kita ingat, suatu keburukan yang terjadi bisa merupakan tanda sebuah ujian, peringatan atau azab. Bagi yang taat, maka itu adalah ujian. Peringatan bagi yang lalai dan azab bagi yang ingkar.

Lalu, mengapa Allah kok lebih terasa baik dengan hamba yang Mukmin dengan hamba yang kafir. Allah membersihkan dosanya dengan memberikan balasan bagi keburukannya langsung di dunia sedangkan untuk kafir langsung kebaikannya diganjar di dunia hingga tak tersisa di akhirat kelak.

Balasan yang Allah berikan kepada Mukmin, bisa menjadi kifarat jika memang hamba itu ridho dan tawakkal atas apa yang menimpa dirinya. Ia sadar jika itu adalah ujian untuk peningkatan derajatnya sebagai hamba di mata Allah. Ia senantiasa bersyukur dengan apa yang ia alami.

Tapi jika bala tersebut menyebabkan seorang Mukmin justru berbalik menjadi ingkar, dikarenakan ia tidak sabar akan ujian dan menghujat Allah. Kebaikan yang tadinya hampir sempurna di hadapan Allah, justru melebur karena murka Allah akan dirinya. Na’udzubillah.

Kemudian, Allah menyegerakan balasan kebaikan yang dilakukan orang kafir dengan kebaikan langsung pula di dunia. Jika momen tersebut menjadikannya justru terkena siraman hidayah Allah, maka InsyaAllah akhir hidupnya akan menjadi khusnul khatimah. InsyaAllah.

Kebaikan yang tampak oleh mata, bukan ajang untuk melupakan Allah dari tiap helaan nafas. Karena hidayah itu tak akan datang jika kita tak menjemputnya sendiri. Jika kita terlena dengan kebaikan yang Allah berikan bisa jadi kita salah satu makhluk yang sebenarnya sedang Allah beri ganjaran kebaikan di dunia hingga tak tersisa lagi untuk di akhirat kelak.

Karena takdir manusia sudah Allah tetapkan ketika manusia baru berusia empat bulan di dalam rahim ibu. Baik atau burukkah akhir hidupnya kelak. Tapi jangan menjadikan takdir itu menjadi acuan. Jika kini kita dalam gelimang dosa, jangan dahulu kita pasrah dan berkata, “Ah untuk apa aku berbuat baik, toh hidupku kini sudah buruk” dan jangan pula kita sombong dengan ibadah yang kita lakukan seolah-olah menjadi manusia paling bersih tanpa dosa dan akan mendapatkan takdir yang baik kelak.

Yang terpenting, apapun kondisi kita saat ini, tetaplah selalu berusaha mendekat kepadaNya dengan sepenuh hati. Allah Maha Pengampun, ampunanNya seluas langit dan bumi. Jangan pernah pesimis akan akhir kehidupan kita kelak. Jika kita berjalan menuju Allah, maka Allah akan berlari menyambut kita.

Karena Allah teramat sayang kepada kita hambaNya.

Pernah ada suatu kisah tentang seorang pembunuh yang telah membunuh seratus orang yang akhirnya Allah berikan kebaikan di akhir hidupnya, karena orang tersebut memang sungguh-sungguh ingin bertaubat.

Juga kisah seorang ahli ibadah yang akhir hidupnya su’ul khatimah dikarenakan terpedaya oleh rayuan syaithan untuk memperkosa dan membunuh putri seorang raja yang dititipkan kepadanya dengan maksudnya untuk mendidiknya.

Sungguh, takdir hanya Allah Yang Maha Tahu. Tugas kita adalah menjalankan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dengan usaha maksimal dan InsyaAllah kita memperoleh gelar taqwa dariNya. Dan di akhir hidup, kita bisa tersenyum hingga nanti berjumpa dengan Allah di akhirat kelak. Aamiin.
Allahua’lam (sumber : eramuslim.com)