PRAKATA

- HIDUP adalah sebuah pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekwensi-nya. Silahkan saja membenarkan diri terhadap apa yang telah dilakukan, tapi hati tidak pernah bohong dan parameter hukum/norma yang paling sempurna hanyalah ketentuan Allah SWT, jadi segeralah menuju pintu taubat, selama nafas masih ditenggorokan serta pintu taubat masih terbuka, sebelum segalanya jadi terlambat & penyesalan yang tiada guna lagi (Jkt, Juni 2012 rev.@jogja 8 Mei 2018) -

Selasa, 10 Desember 2024

Wahai Orang Zalim dan Munafik, Ini Loh Daftar Tokoh2 yang Berakhir Tragis.

 

NASIB MENGERIKAN ORANG-ORANG ZALIM,MUNAFIK PENENTANG ALLAH, DAN KITAB SUCI AL-QURAN.

_____________________________________________________

 

1.    Qabil bin Nabi Adam AS.

     Dia sudah ditetapkan sebagai penghuni neraka, dan sepanjang hidupnya dia dirundung dosa dan penyesalan karena telah menjadi orang pertama yang melakukan pembunuhan terhadap manusia. Dia juga terkenal kikir.

 

2.    Kan’an bin Nuh AS dan Sebagian kaumnya.

     Ditenggelamkan dengan banjir besar karena kesombongan dan penyimpangan karena penyembahan berhala.

 

3.    Kaum Ad (Kaumnya Nabi Hud AS).

      Diberikan kekeringan berkepanjangan kemudian dihantam dan dihajar angin topan selama  tujuh haritujuh malam serta telah menyapu bersih seluruh wilayah kaum Ad. Mereka disiksa karena kufur nikmat dan kufur Aqidah.

 

4.   Kelompok Sembilan dari Kaum Tsamud (Kaum Nabi Saleh AS).

     Ditimpa batu-batu besar dari arah yang tidak diketahui karena ingin membunuh Nabi Saleh AS. Setelah peristiwa ini Kaum Tsamud diazab Allah.

 

5     Raja Namrudz bin Kan’an (musuh Nabi Ibrahim AS).

      Mati secara tragis karena lalat yang dikirm Allah. salah satu lalat itu masuk kedalam  hidung Raja Namrudz dan menetap di dalamnya selama empat ratus tahun, sebagai hukuman dari Allah. Tentu saja di gigit lalat di bagian dalam membuat hidupnya sangatlah menyakitkan. Setiap kali rasa sakit itu datang, Raja Namrudz memukuli kepalanya dengan besi, hingga ajalnya tiba.

 

6.   Amar bin Luhai Al Khuza’i.

      Dialah orang pertama yang mengajak bangsa Arab untuk menyembah berhala. Rasulullah SAW pernah melihar amar dineraka dalam keadaan sedang menyeret-nyeret ususnya.

 

7.   Istri dan Kaum Nabi Nabi Luth AS.

      Disiksa dengan adzab yang pedih. Tempat tinggal mereka dihancurkan berkeping keping oleh Allah karena penyimpangan Aqidah dan Penyimpangan seperti Homoseksual dan Lesbian.

 

8.   Kaum Madyan (Kaum Nabi Syuaib AS).

      Disiksa dengan kekeringan yang panas, setelah itu jatuhlah percikan api dari awan hitam yang bergumpal, kemudian gempa bumi dahsyat terjadi dan menenggelamkan mereka. Ini semua karena perbuatan menyembah berhala, licik dalam perdagangan, pemalsuan barang, pencurian dalam timbangan , dll.

 

9.   Firaun (Musuh Nabi Musa AS). 

    Ditenggelamkan Allah karena kesombongan terhadap kekuasaannya serta berani mengejek syariat yang dibawa Nabi Musa AS.

 

10. Samiri (Munafiqun Kaum Nabi Musa AS ).

     Mendapat adzab selama hidupnya jika menyentuh atau disentuhnya maka orang akan sakit deman dan panas dan dia ditetapkan sebagai penghuni neraka oleh Nabi Musa AS, ini dikarenakan ia telah menghasut Bani Israil untuk menyembah Patung Sapi Emas.

 

11.  Qarun manusia kaya raya (famili dekat Nabi Musa AS).

      Ditenggelamkan dan dikubur hidup-hidup oleh Allah beserta hartanya karena tidak mau berzakat dan sedekah serta telah menyebarkan isu-isu dan fitnah kepada Nabi Musa seperti memfitnah Nabi Musa AS berzina dengan seorang wanita.

 

12.  Penduduk Nelayan Desa Ailat (masa Nabi Dawud AS).

     Diberi adzab mengerikan berupa gempa bumi dahsyat dikarenakan pembangkangan mereka terhadap larangan mencari ikan di hari sabtu yang merupakan hari Bani israil pada masa itu.

 

13.  Raja Herodia (masa Nabi Yahya AS).

     Dilaknat bersama Bani Israil karena telah membunuh Nabi Zakaria AS atas rayuan    keponakannya yang akan dinikahinya. (untuk sejarah pembunuhan Nabi Yahya ini masih ada perbedaan pendapat, mengingat beliau adalah seorang Nabi yang selalu dilindungi Allah SWT, sedangkan riwayat terbunuhnya Nabi Yahya banyak berasal dari riwayat Israiliyat).

 

14. Yahuda (murid pengkhianat dan Munafiq dari Nabi Isa AS).

     Wajahnya diserupakan dengan Nabi Isa AS karena telah berkhianat menjadi penunjuk jalan bagi pasukan raja untuk menangkap Nabi Isa AS dipersembunyiannya.

 

15. Abrahah dan pasukan bergajah.

     Allah telah menghukumnya dengan mengirim burung-burung seperti burung layang-layang dan burung balsan (sejenis burung Hung) dari arah laut. Setiap burung membawa tiga batu; satu batu di paruhnya, dan dua batu di kedua kakinya. Batu-batu tersebut mirip kacang dan adas.Jika batu tersebut mengenai salah seorang dari pasukan Abrahah, ia pasti tewas, namun tidak semuanya dari mereka terkena batu tersebut. Mereka lari kocar-kacir, berebutan mencari jalan yang telah dilaluinya, dan mencari-cari Nufail agar ia menunjukkan jalan ke arah Yaman.

 

16.  Abu Jahal (masa Nabi Muhammad SAW).

     Mati dalam keadaan hina pada saat perang badar dikarenakan kesombongan dan   kejahilannya terhadap Nabi SAW dan Umat Islamnya.

 

17.  Abu Lahab (masa Nabi Muhammad SAW).

      Abu lahab meninggal karena penyakit. Ia tidak ikut memerangi Nabi saat perang Badar karena sakitnya itu. Sepulangnya orang-orang kafir dari perang Badar dengan membawa kekalahan, sakitnya bertambah parah. Dan ia akhirnya meninggal dengan keadaan sakit yang mengerikan. Diriwayatkan bahwa orang-orang kafir, bahkan teman-teman dan keluarganya enggan mengurus jenazahnya karena keadaan sakitnya yang menjijikkan dan timbul bau busuk dari penyakitnya. Inilah akhir hidup seorang musuh Alloh. Selama tiga hari sejak kematiannya, jasad Abu Lahab dibiarkan tergeletak tanpa ada yang bersedia menguburkan. Para warga tidak berani mendekati jasadnya. Akhirnya karena bau busuk yang kian menjadi, maka digali juga sebuah lubang kubur bagi Abu Lahab. Bangkai Abu Lahab didorong-dorong dengan sebilah kayu sampai masuk lubang. Tidak hanya itu, prosesi penguburan pun berlangsung secara mengenaskan. Dari jauh warga melempari kuburan Abu Lahab dengan batu hingga mereka yakin betul jasadnya telah tertutup rapat..
Yaa, sebuah tragedi kematian yang lebih hina dari kematian seekor ayam sekalipun.

 

18. Auraa’ (Arwa) binti Harb bin Umayyah/Ummu Jamil (istri Abu Lahab).

     Seringkali pada malam hari Ia memanggul kayu yang berduri untuk diletakkan di jalan-jalan yang biasa dilalui Nabi. Sehingga bila Nabi lewat pada malam hari / subuh, Nabi akan menginjak kayu yang berduri itu sehingga Nabi terluka. Ummu jamil senang kalau Nabi terluka karena menginjak kayu berduri. Ummu jamil juga suka mengadu domba dan memfitnah supaya orang-orang Makkah membenci Nabi. Karena hal ini, ia dijuluki pembawa kayu bakar. Karena ia suka “membakar” emosi, mengadu domba, dan menimbulkan kebencian orang-orang Makkah pada Islam. Saat membawa kayu, ia mengikatnya dan melilitkan sebagian talinya pada lehernya. Inilah kebiasaan yang dilakukannya saat membawa kayu berduri untuk mencelakai Nabi. Perilaku buruk inilah yang akhirnya membawanya menemui ajalnya. Ummu jamil meninggal karena tercekik tali yang digunakannya untuk membawa kayu. Kelak di akhirat, ia akan disiksa juga dengan tali. Dinyatakan oleh Allah bahwa di neraka, leher Ummu jamil diikat dengan tali dari api neraka jahannam.

 

19.  Umayyah bin Khalaf (musuh Nabi muhammad SAW).

     Kesudahannya adalah akhir kehidupan paling buruk dan paling mengerikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk melemparkan bangkai kaum musyrikin ke dalam sumur Badr, hanya saja Umayyah adalah orang yang gemuk, dia membengkak seketika itu juga. Tatkala akan diceburkan ke sumur dagingnya mengelupas, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Biarkanlah dia.” Lantas mereka membiarkannya di tempatnya dan menimbuninya dengan tanah, hingga terpendam. Umayyah adalah gembong kafir Quraish yang sering berbuat onar dan sering mengadu domba.

 

20. Abu Rafi’ Al Yahudi.

      Dia terbunuh oleh Abdullah bin Atik dengan cara yang menyakitkan. Hal ini dikarenakan sikapnya yang sering menyakiti Rasulullah SAW dan menyakiti beliau.

 

21. Ubay bin Khalaf:

     Terbunuh ditangan Rasulullah SAW. Satu satunya orang yang terbunuh ditangan     Rasulullah SAW. Kafir yang paling gigih melawan Rasulullah SAW.

 

22.  Aqobah bin Abi Mu’ith.

      Mati Dipenggal kepalanya. Dialah orang yang telah menginjak leher Nabi Muhammad  SAW.

 

23.  Abdullah bin Qoma’ah.

     Dia mati dikejar-kejar kambing hutan liar dengan cara dicabik tubuh dan wajahnya     kemudian disantap dan kemudian tubuhnya yang tersisa diremukkan Allah.
Dialah yang telah membuat wajah suci Rasulullah SAW berdarah. Gigi Rasulullah patah, bibir Rasululllah SAW robek.

 

24.  Ka’ab bin Asyraf.

      Terbunuh setelah berhasil dijebak dalam sebuah petemuan. Dia dibenci karena sering  menghina Rasulullah SAW melalui Syair-syair, melalui syair dia berhasil banyak mempengaruhi kafir Quraish untuk membunuh Nabi Rasulullah SAW.

 

25.  Huyai bin Akhtab An Nadri.

      Terbunuh ditangan kaum muslim. Kafir Quraish yang paling terdepan dalam memusuhi  Rasulullah SAW.

 

26. Musailimatul Kadzab (Sang Nabi Palsu). 

     Terbunuh dalam perang Yamamah oleh Wahsyi bin Harb bekas budak Jabir bin Muth’im dan seorang mujahid dari anshar, Abu Dujanah Simak bin Khirasyah radhiallahu ‘anhu.. Dia terbunuh pada masa Khalifah Abu Bakar dikarenakan telah mengaku sebagai Nabi dan sering membuat wahyu-wahyu sendiri.

 

27.  Al Aswad Al Ansyi (Nabi Palsu).

     Terbunuh oleh pengikutnya sendiri dengan cara dipenggal kepalannya. Dia adalah orang yang  berani mengklaim diri sebagai Nabi saat Rasulullah masih hidup. Kekuasaan singkatnya berada di  wilayah Shana’a Hadramaut.

 

28.  Al Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi

     Terbunuh secara tragis. Dia mengaku sebagai Nabi dan sering membuat wahyu-wahyu  palsu.

 

29.  Hajjaj bin Yusuf ats Tsaqafi Penguasa Kufah

      Dia mati dalam keadaan ketakutan karena telah membunuh seorang abid dan zuhud yang bernama Said bin Jubair. Hajjaj telah terserang demam yang berkepanjangan. Kian hari suhu tubuhnya makin meningkat dan bertambah parah rasa sakitnya hingga keadaaannya silih berganti antara pingsan dan siuman. Tidurnya tak nyenyak lagi, sebentar-sebentar terbangun dengan ketakutan dan menggigau. Kondisi ini terus berlangsung sampai meninggal.

 

30.  Bani Nadhir Yahudi.

     Dia Terusir dari Madinah karena seringnya melakukan pengkhianatan terhadap Kaum    Muslimin, bahkan berapa kali mereka akan membunuh Nabi Muhammad SAW.

 

31.  Ashabul Ukhdud.

       Kaum yang dilaknat Allah karena telah membunuh orang-orang yang beriman.

 

32.  Kaum Saba’.

      Dihancurkan wilayahnya yang terdiri dari ladang perkebunan yang terkenal makmur dan  hasil  panen yang luar biasa oleh Allah karena kesombongannya, disamping itu mereka merasa kuat karena mempunyai bala tentara yang hebat, dan jangan lupa mereka ini menyembah Matahari dan Bintang-bintang (Penyimpangan Aqidah).

 

33. Kaisar Persia (Iran) (masa Nabi Muhammad SAW).

     Dibunuh anaknya sendiri dan ini sesudah dengan wahyu Allah SWT. Kesombongannya  yang telah merobek-robek surat Nabi SAW dan rencananya untuk menangkap dan membunuh Nabi SAW namun justru kemudian dialah yang dibunuh oleh anaknya dan setelah Kekaisaran Persia hancur lebur karena kalah oleh pasukan Islam.

 

34. Abdurrahman bin Muljam.

     Dihukum mati karena telah membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib, padahal sebelumnya dia  seorang ahli ibadah, namun karena terpengaruh kaum Khawarij, akhirnya dia tergelincir.

 

35.  Abu Lu’luah Al Majusi.

      Dia mati bunuh diri. Bahwasannya Abu Lu’luah ketika membunuh Umar bin al-Khaththab  Radhiallahu ‘Anhu, manusia mengepungnya untuk menangkap. Ketika dia merasa bahwa mereka akan menguasainya, dia pun menusuk dirinya sendiri dan mati bunuh diri.

 

36.  Mustafa Kemal Attaurk.

    Mendapatkan proses sakaratul maut yang teramat sangat menyakitkan. Didatangkan   padanya penyakit kulit sampai ke kaki dimana ia merasa gatal-gatal seluruh tubuh, mendapat Sakit jantung, malaria, ginjal, penyakit kelamin, mendapat penyakit darah tinggi dan merasakan panas sepanjang waktu, tidak pernah merasa dingin sehingga terpaksa diarahkan ke pemadam kebakaran untuk menyiram rumahnya 24 jam. Ini semua dikarenakan perbuatannya yang men-SEKULER dan LIBERALKAN Turki yang dulu Kesultanan Islam. Dia juga pernah mengaku dirinya sebagai Tuhan. Sampai saat ini jenazahnya tidak bisa dikubur di dalam tanah, hanya diselipkan di dalam celah-celah batu marmer.

 

37.  Mirza Ghulam Ahmad (Si Nabi Palsu).

      Mati dalam keadaan hina, terkena kolera berkepanjangan, buang air besar terus menerus  ditempat tidur. Hal ini terjadi setelah ia melakukan mubahalah dengan Asy-Syaikh Tsana`ullah Al-Amru Tasri yang merupakan seorang ulama muslim dari negeri India yang mengetahui cerita Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku dirinya Nabi. Beliau termasuk salah seorang ulama’ yang paling menentang tegas dan keras tentang keberadan nabi palsu ini.

 

38.  Ariel Sharon Al Yahudi.

       Mengalami sakaratul maut selama 8 tahun. Dikatakan mati tapi jantungnya berdetak,       dikatakan hidup nyaris semua organnya tidak berfungsi. Sharon adalah pemimpin Bani Israil yang pernah membantai 3000 orang Palestina (Sabra) dengan sadis dan brutal.

 

39.  Dracula

    Terbunuh ditangan pasukan Turki dengan cara dipenggal. Seorang Murtadin yang         menjadi   musuh besar kesultanan Turki Usmani. Terkenal sebagai tukang jagal umat  Islam dengan cara Penyulaan (Ditusuk lubang anus dengan kayu besar runcing yang  panjangnya sekitar 3 sd 4 meter dan kemudian ditancapkan ketanah untuk dipajang jenazah korban).

______________________________________

 

Sumberhttps://www.eramuslim.com/peradaban/sirah-tematik

Upload   : @Jkt 11122024 by Cak_1

Rabu, 25 September 2024

Apakah Semua Agama Sama?

Agama itu haknya Tuhan. Manusia diberi dua modal untuk melaksanakan fungsi kekhalifahan. Modal pertama ilmu pengetahuan. Modal kedua agama. Ini ditegaskan oleh wahyu yang pertama kali turun: ‘Bacalah dengan nama Tuhanmu.’ Membaca itu jendela pengetahuan. Bacalah apa saja, agar kamu mengenali dirimu, alam semesta, dan Tuhanmu. Dalam adegan pengangkatan Adam sebagai khalifah, Allah mendemonstrasikan keunggulan Adam di hadapan malaikat karena ilmu. Namun, modal ilmu belaka tidak cukup. Adam dan Hawa tergelincir oleh bujuk rayu setan. Mereka diusir dari surga dan disuruh tinggal di bumi. Allah lantas memberi bekal agama: « فتلقى آدم من ربه كلمات ٠٠٠». ‘Kalimat’ di situ adalah simbol dari ajaran-ajaran agama.

Agama adalah jalan manusia untuk kembali ke Tuhan. Agama adalah peta agar manusia menemukan rute kembali ke surga. Tapi banyak manusia lupa asal-usulnya. Mereka asyik di bumi. Allah mengirim utusan disetiap generasi. Tujuannya sama: menyampaikan janji dan ancaman. Bumi tempat menyemai amal. Jika amalmu baik, bagimu surga. Jika amalmu buruk, bagimu neraka. Itulah inti Islam, agama semua nabi dan utusan, dari Adam as hingga Muhammad saw. Siapa saja yang mengikuti ajaran itu, disetiap generasi, dijanjikan bahagia di sisi Tuhan (QS Al-Baqarah/2: 62; QS Al-Ma’idah/5: 69).

Dalam konsep Al-Qur’an, agama semua nabi dan rasul adalah Islam. Keturunan Ya’qub, yang dikenal sebagai Bani Israil, adalah Muslim (QS Al-Baqarah/2: 133). Ketika mereka membunuh para nabi dan utusan dan mengubah isi kitab, mereka keluar dari Islam. Kaum Hawari, para penganut Isa as, adalah Muslim (QS Ali Imran/3: 52). Ketika mereka menuhankan Yesus, dan mengubah isi kitab, mereka melenceng dari Islam (QS Al-Maidah/5: 73).

Ketika Nabi Muhammad saw diutus, Bani Israil yang tersisa dikenal sebagai Yahudi. Mereka mendustakan Nabi. Meski mengingkari Muhammad, status mereka dibedakan dari musyrik pagan. Mereka disebut sebagai Ahlul Kitab. Mereka tidak dipaksa masuk Islam. Mereka diterima sebagai bagian dari komunitas muslim, dengan membayar jizyah. Wanita-wanitanya boleh dinikahi. Sembelihannya halal dimakan (QS Al-Ma’idah/5: 5). Ini berlaku juga untuk kaum Nasrani.

Ahlul Kitab punya modal untuk kembali kepada Islam. Sebab, berbeda dengan kaum politeis, mereka sama-sama percaya kepada Allah dan hari akhir. Ajaran dasar mereka sama: hanya menyembah Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, dan kaum miskin. Mereka juga disuruh shalat dan membayar zakat. Mereka juga dilarang membunuh (QS Al-Baqarah/2: 83-84). Ketika mereka menolak Muhammad, Allah menegaskan bahwa tugas Nabi hanya menyampaikan risalah (QS Ali Imran/3: 20). Nabi disuruh mengatakan sebagai penerus risalah Islamnya Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan keturunannya, Musa, Isa, dan nabi-nabi lainnya (QS Ali Imran/3: 84). Nabi Muhammad saw penerus misi para Nabi sebelumnya, dan menyempurnakannya.

Mestinya, orang-orang Yahudi yang mengikuti Musa atau orang-orang Nasrani yang mengikuti Isa, harus mengikuti ‘versi’ Islam yang disempurnakan. Tetapi, karena mereka menolak, padahal mereka tahu, Al-Qur’an melarang memaksa mereka: « لا إكراه في الدين » (QS Al-Baqarah/2: 256). Mereka dikasih kebebasan: « فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر ». Tentu saja, yang kafir diancam sengatan api neraka, kelak (QS Al-Kahfi/18: 29). Kaum Yahudi merasa masih Muslim dan mengklaim setia di garis ajaran Ibrahim. Al-Qur’an membantah. Mereka telah keluar dari Islam dan ajaran Ibrahim. Muhammad dan para pengikutnya lebih berhak atas Ibrahim dibanding mereka (QS Ali Imran/3: 68). Nabi Muhammad diutus karena Yahudi dan Nasrani tidak lagi mengemban risalah Islam. Dua agama samawi ini dinyatakan telah mengalami distorsi dan manipulasi.

Sekarang kita jawab pertanyaan: apakah semua agama sama di sisi Tuhan? Seorang Muslim tidak mungkin menyatakan semua agama sama. Allah menegaskan: hanya Islam agama di sisi Allah (QS Ali Imran/3: 19). Selain Islam tidak diterima (QS Ali Imran/3: 85). Ini doktrin internal. Jika semua agama sama, buat apa kita memeluk Islam. Wajar orang Islam meyakini keyakinannya. Begitu juga pemeluk agama lain. Muslim tidak tersinggung jika orang Nasrani, misalnya, meyakini bahwa selain mereka adalah domba-domba yang hilang dan tersesat. Atau orang Yahudi menganggap selain Israil adalah kafir. Sekali lagi ini doktrin internal. Sah dan wajar. Tanpa meyakini keyakinan kita benar, orang kehilangan basis untuk meyakini keyakinannya. Bolehkah kita fanatik di situ? Boleh. Tapi ranahnya internal. Di ruang batin masing-masing pemeluk agama.

Masalahnya, bagaimana kita mengelola keyakinan kita berhadapan dengan orang lain? Al-Qur’an jelas mengajarkan toleransi antarumat beragama. Tidak ada paksaan dalam agama. Bagiku agamaku, bagimu agamamu (QS Al-Kafirun/109: 6). Bagimu amalmu, bagiku amalku (QS Al-Qashas/28: 55). Al-Qur’an melarang keras mengolok-olok agama lain (QS Al-An’am/6: 108). Pun dalam keadaan bermusuhan, dilarang merusak tempat ibadah agama lain (QS Al-Hajj/22: 40). Al-Qur’an membolehkan kerja sama dan tolong-menolong antarpemeluk agama dalam perkara muamalah (QS Al-Mumtahanah/60: 8). Ketentuan ini tidak berlaku bagi mereka yang agresif (QS Al-Mumtahanah/60: 9; QS Ali Imran/3: 118; QS Al-Ma’idah/5: 51), kecuali sebagai taktik atau siasat (QS Ali Imran/3: 28). Terhadap orang lain, yang menentang keyakinan kita, Al-Qur’an mengajarkan bahasa diplomatis, untuk mengurangi ketegangan akibat fanatisme:

 وَاِنَّآ اَوْ اِيَّاكُمْ لَعَلٰى هُدًى اَوْ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

Apakah kami atau kamu yang mendapat petunjuk atau dalam kesesatan yang nyata” (QS Saba/34: 24).

Tentu saja ini uslub. Dengan uslub ini, kita semua seolah punya potensi benar dan salah. Ini agar kita tidak ngotot memaksakan kebenaran bagi orang yang tidak mempercayainya. Al-Qur’an mengajarkan cara yang elegan, tergantung audiensnya. Bagi mukmin, yang imannya kokoh, terus diberi penguatan, dengan bahasa-bahasa afirmatif, agar tidak goyah. Kepada orang lain, yang belum atau tidak percaya, tidak perlu menyampaikan bahasa-bahasa fanatisme, apalagi insinuasi, yang menimbulkan ketegangan.

Selain menimbang siapa audiensnya, perlu juga dilihat kedudukan pembicaranya. Seorang pendakwah di majlis ta’lim, atau pendeta di gereja, atau rahib di sinagog, tidak mungkin bilang semua agama sama. Jamaahnya bisa bubar. ‘Kalau sama, kita tidak perlu kumpul di sini.’ Pasti semua pemuka agama, di tempatnya masing-masing, akan bilang agamanya sebagai jalan keselamatan. Namun, jika pembicaranya adalah pejabat publik, di negara multiagama, dia harus mengatakan, ‘Semua agama adalah jalan menuju kebaikan. Terserah agamamu. Kamu hanya akan dinilai baik sejauh bermanfaat bagi orang lain.’ Jika kebetulan dia tokoh agama, lalu kembali ke komunitasnya, dia akan balik lagi sebagai true beliver, yang meyakini agamanya sebagai satu-satunya jalan keselamatan.

Apakah begini bermasalah? Sama sekali tidak. Kita memang harus proporsional. Kapan kita fanatik dan menggebu-gebu dengan keyakinan kita, kapan kita tepo seliro, tenggang rasa, dan berempati dengan keyakinan orang lain. Kapan kita menjadi pemeluk agama yang taat, kapan kita menjadi warga negara yang baik. Hidup itu, mau tidak mau, harus berada dalam dualitas seperti itu.

*****

*) Oleh : M. Kholid Syeirazi, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU); penulis buku "Wasathiyah Islam: Anatomi, Narasi, dan Kontestasi Gerakan Islam".

_____________________________________

Sumber: https://nu.or.id/opini/apakah-semua-agama-sama-8Pe8B
Upload by : Cak_1 @Jkt 26092024

Jumat, 06 September 2024

Al-Quran Sebagai Asy-Syifa

Salah satu nama Alquran adalah asy-Syifa yang berarti obat penyembuh. Hal ini seperti diutarakan As-Sa’di dalam kitabnya, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan, bahwa Alquran adalah penyembuh bagi semua penyakit hati. Baik berupa syahwat yang menghalangi manusia untuk taat kepada syariat atau syubhat yang mengotori iman.

Dalam surat al-Isra’ ayat 82, Allah Swt berfirman:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

“dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi obat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.

Para ulama berbeda pendapat mengenai maksud dari kata “syifa’/obat” dalam ayat tersebut.

Pendapat pertama mengartikan obat dalam ayat tersebut sebagai obat yang berkenaan dengan penyakit hati, menghilangkan tirai kebodohan dan menghapus keraguan akan kebesaran tanda-tanda kekuasaan-Nya.

Pendapat kedua, al-Qur’an sebagai obat penawar penyakit lahir seperti sakit kepala, infeksi dan lain sebagainya.

****

Berikut ini beberapa argumen yang menguatkan pendapat kedua.

Pertama, hadits-hadits Nabi tentang berobat dengan ayat al-Qur’an

Terdapat sejumlah hadis yang menjelaskan ihwal berobatnya Rasulullah dengan menggunakan ayat al-Qur’an. Di antaranya hadis riwayat at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Nasai, bahwa mula-mula Rasulullah melindungi diri dari segala penyakit dan serangan musuh dengan bacaan ta’awwudz dan beberapa kalimat dzikir. Namun setelah turunnya surat al-Falaq dan al-Nas, beliau mencukupkan dengan kedua surat tersebut dan meninggalkan selainnya. Sahabat Abu Sa’id al-Khudri pernah menyembuhkan seseorang yang terkena sengatan ular dengan bacaan ayat “Alhamdu lillahi Rabbil ‘alamin” sebanyak tujuh kali.

Kedua, berdasarkan kaidah ushuliyyah

Kaidah yang populer di kalangan pakar ushul fiqh mengatakan:

اِنَّ الْكَلَامَ اِذَا احْتَمَلَ التَّأْكِيْدَ أَوِ التَّأْسِيْسَ فَحَمْلُهُ عَلَى الثَّانِيْ أَرْجَحُ

Pembicaraan apabila memungkinkan mengarah kepada pengukuhan (substansi yang sudah pernah disampaikan) atau mendasari (substansi baru yang belum pernah tersampaikan), maka mengarahkannya kepada yang kedua adalah lebih unggul”.

Dalam konteks ini, mengarahkan QS al-Isra’ ayat 82 kepada obat penyakit lahir lebih utama sebagai informasi baru yang belum pernah disampaikan sebelumnya. Hal ini lebih baik ketimbang mengarahkannya kepada pemahaman al-Qur’an sebagai obat penyakit batin yang sudah banyak dijelaskan ayat-ayat lain.

Ketiga, berdasaran kaidah nahwiyyah

Dalam ayat di atas, kata “syifa’; obat” dan “rahmat” dirangkai jadi satu dengan penghubung huruf ‘athaf yakni “wawu (yang secara literal merupakan kata sambung yang bermakna “dan”). Rahmat yang dimaksud dalam ayat mencakup obat dari segala penyakit hati. Dalam kaidah ilmu nahwu, penggabungan satu kata dengan yang lain  dengan penghubung huruf athaf wawu menunjukan perbedaan makna kedua kata tersebut. Bila kata “rahmat” diartikan obat penyakit batin, seharusnya kata “syifa’, obat” diartikan sebagai obat penyakit lahir, agar keduanya menunjukan arti yang berbeda sebagai pengamalan dari kaidah nahwu di atas.

Keempat, berdasarkan kaidah Manthiqiyyah-silogisme

Berdasarkan fakta yang berulang kali teruji kebenarannya dari sejak masa Rasulullah, Sahabat, Tabi’in hingga kurun setelahnya,menunjukan bahwa al-Qur’an dapat mengobati penyakit racun,gila, luka dan penyakit lahir lainnya. Dalam disiplin ilmu manthiq dikatakan:

Sesungguhnya beberapa eksperimen yang telah teruji kebenarannya termasuk jenis berita/ proporsi yang berfaidah yakin”.

Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Zad al-Ma’ad, menjelaskan, Alquran adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat. Tidak setiap orang diberi keahlian dan taufik untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten berobat dengannya dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kukuh, dan menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit apa pun tidak akan mampu menghadapinya.

Kepada sahabat yang sakit, Nabi kerap kali berpesan, Bagi kalian ada obat penyembuh, yakni madu dan Alquran. (HR Ibnu Majah dan al-Hakim). Sebagai asy-Syifa, orang beriman diimbau banyak membaca Alquran, karena ia adalah obat penyembuh.

________________________

Sumber : https://arrohmah.co.id/al-quran-sebagai-obat

Upload By : Cak1 @Jkt 06092024

 

Jumat, 23 Agustus 2024

Takwa Sebaik-baik Bekal

Sehebat dan sekuat apapun seseorang, segesit bagaimanapun ia berlari, tidak ada yang bisa lepas dari kematian. Di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan bagaimanapun, kematian itu pasti akan datang, baik dalam keadaan siap atau tidak siap, kematian adalah suatu kepastian. Semoga ini menjadi pengingat (tadzkirah) bagi kita.

Mengingat kematian bukan sekadar ingat dan tidak lupa, namun lebih dari itu mengingat kematian berarti mempersiapkan bekal sebelum ajal datang. Allah Azza wa Jalla berfirman,

قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu.”  (QS: Al-Jumu’ah : 8)

Tidak dapat dipungkiri bahwa kematian merupakan langkah yang sudah pasti, kita hanyalah menunggu gilirannya. Untuk itulah kita harus persiapan memperbanyak bekal dalam perjalanan panjang menuju negeri akhirat.

Allah Azza wa Jalla menyebut bahwa takwa adalah sebagai sebaik-baik bekal,

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

“Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.“ (QS: Al Baqarah: 197)

Sewaktu sakit menjelang wafatnya, Sahabat Abu Hurairah sempat menangis. Ketika ditanya, beliau berkata, “Aku menangis bukan karena memikirkan dunia, melainkan karena membayangkan jauhnya perjalanan menuju negeri akhirat. Aku harus menghadap Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Aku pun tak tahu, perjalananku ke surga tempat kenikmatan atau ke neraka tempat penderitaan?”

Lalu, Abu Hurairah berdoa, “Ya Allah, aku merindukan pertemuan dengan-Mu, kiranya Engkau pun berkenan menerimaku. Segerakanlah pertemuan ini!” Tak lama kemudian, Abu Hurairah berpulang ke Rahmatullah.  (Ibn Rajab, Jami` Al`Ulum wa Al Hikam).

****

Dalam menghadapi kematian tersebut Seorang Muslim perlu menyiapkan bekal. Bekal itu setidak-tidaknya meliputi empat macam.

Pertama, transendensi yang bertolak dari kekuatan iman kepada Allah Azza wa Jalla. Transendensi menunjuk pada kemampuan manusia menyeberang atau melintasi batas-batas alam fisik menuju alam rohani yang tak terbatas, yaitu Allah Azza wa Jalla.

Ciri yang mula-mula dari orang takwa adalah transendensi, yu’minun bi al-ghayb.

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

“Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”  (QS: Al Baqarah: 3)

Kedua, distansi, yaitu kemampuan menjaga jarak dari setiap godaan dan kesenangan duniawi yang menipu (al-Tajafa fi Dar al-Ghurur). Distansi adalah kunci keselamatan.

Dalam bahasa modern, seperti dikemukakan al-Taftazani, distansi tak mengandung makna menolak dunia atau meninggalkannya, tetapi mengelola dunia dan menjadikannya sebagai sarana untuk memperbanyak ibadah dan amal shaleh. Di sini, dunia dipahami hanya sebagai alat (infrastruktur), bukan tujuan akhir.

Ketiga, kapitalisasi dalam arti kemampuan menjadikan semua aset yang dimiliki sebagai modal untuk kemuliaan di akhirat. Penting diingat, kapitalisasi hanya mungkin dilakukan orang yang benar-benar percaya kepada Allah Azza wa Jalla dan percaya pada balasan-Nya.

Firman-Nya, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan, sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”  (QS. Al Baqarah: 45-46)

Keempat, determinasi dalam arti memiliki semangat dan kesungguhan dalam mengarungi kehidupan. Determinasi tak lain adalah perjuangan itu sendiri. Dalam Islam, perjuangan itu bersifat multi-deminsional dan multi-quotient, meliputi perjuangan fisikal (jihad), intelektual (ijtihad), dan spiritual (mujahadah).

Allah Azza wa Jalla akan  membukakan pintu-pintu kemenangan bagi orang yang berjuang dan memiliki determinasi dalam perjuangan.

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut: 69)

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa menjadikan takwa sebagai sebaik-baiknya bekal untuk meraih ridha-Nya. Aamiin Ya Rabb. Wallahua’lam bishawab.

______________________________

Oleh : Bagya Agung Prabowo, dosen tetap Fakultas Hukum UII.

Sumber : https://hidayatullah.com/takwa-sebagai-sebaik2-bekal

Upload : By cak_1 @Jkt 23082024