PRAKATA

- HIDUP adalah sebuah pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekwensi-nya. Silahkan saja membenarkan diri terhadap apa yang telah dilakukan, tapi hati tidak pernah bohong dan parameter hukum/norma yang paling sempurna hanyalah ketentuan Allah SWT, jadi segeralah menuju pintu taubat, selama nafas masih ditenggorokan serta pintu taubat masih terbuka, sebelum segalanya jadi terlambat & penyesalan yang tiada guna lagi (Jkt, Juni 2012 rev.@jogja 8 Mei 2018) -

Minggu, 06 Desember 2020

Ketika Pemburu Rente Merambah Program Bansos

Kegemparan yang terjadi sebagai akibat OTT (Operasi Tangkap Tangan) Menteri KKP belum usai. Minggu, 6 Desember dinihari, publik kembali dibuat terkejut dengan operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK yang melibatkan pejabat utama di Kementerian Sosial. Kali ini tidak tanggung-tanggung, dana yang disalahgunakan adalah dana bantuan sosial (bansos) penanggulangan wabah Covid 19.

Seperti yang diketahui, ketika wabah virus korona melanda Indonesia, pemerintah telah mengucurkan triliunan rupiah untuk mengurangi beban masyarakat yang terdampak dari virus korona tersebut melalui berbagai program bantuan jaringan pengaman sosial. Namun niat baik pemerintah tersebut dinodai oleh ulah para pemburu rente yang terdiri dari oknum penguasa (pejabat di Kementerian Sosial) dan para pengusaha yang terlibat dalam penyaluran bansos tersebut.

Bagaimana para pemburu rente bisa merambah program bantuan sosial, sebuah program yang sangat "sakral" untuk dikorupsi?

Penurunan Pendapatan

Tekanan dari sisi permintaan dan penawaran pada saat wabah Covid 19 menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian yang berakibat pada penurunan pendapatan.

Dari sisi ekonomi, penurunan pendapatan akan berdampak pada penurunan konsumsi masyarakat yang pada gilirannya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi mengingat sebagian besar (sekitar 50%) pertumbuhan ekonomi Indonesia dihela oleh komponen konsumsi rumah tangga. Untuk mengatasi penurunan daya beli tersebut, maka pemerintah Indonesia menggelontorkan stimulus ekonomi yang sangat besar yaitu senilai Rp 695.20 triliun.

Dari sejumlah dana stimulus ekonomi tersebut, sebesar Rp 203.90 triliun dialokasikan untuk program perlindungan sosial yang harus disalurkan untuk bantuan sembako, Bansos Jabodetabek, Bansos Non-Jabodetabek, Pra Kerja, Diskon Listrik, Logistik/pangan/sembako dan BLT Dana Desa. Dana yang dijadikan bancakan tersebut adalah dari bantuan paket sembako.

Dengan asumsi tidak terdapat kebocoran (baca: tidak terjadi korupsi), hasil analisis yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Ekonomi IPB dengan menggunakan model keseimbangan umum menunjukkan bahwa penyaluran dana stimulus ekonomi mampu mengurangi dampak negatif wabah Covid 19 terhadap penurunan pendapatan riil rumah tangga. Secara total, penyaluran dana stimulus ekonomi mampu meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 8.74%.

Di wilayah pedesaan dampak positif dari dana stimulus ekonomi tersebut lebih dirasakan yang ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan riil rumah tangga. Di wilayah perkotaan stimulus ekonomi tersebut memang belum mampu meningkatkan pendapatan riil rumah tangga, namun mampu menahan laju penurunan pendapatan riil rumah tangga dibandingkan jika pemerintah tidak menyalurkan dana stimulus ekonomi.

Jika dana bantuan tersebut dikorupsi, maka berarti telah terjadi kebocoran dalam penyaluran dana yang berasal dari stimulus ekonomi tersebut. Kondisi tersebut akan menyebabkan dampak positif dari adanya penyaluran dana stimulus ekonomi tersebut menjadi tidak seperti yang diharapkan mengingat sebagian besar dana tidak sampai ke masyarakat. Dengan demikian program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga menjadi tidak tercapai sebagai akibat dari aksi tidak terpuji dari para pemburu rente.

Mengusik Hati Nurani

Kita sudah sering mendengar bahwa aksi para pemburu rente terjadi hampir di semua sektor di Indonesia terutama di kegiatan ekspor dan impor komoditas pangan. Ketika para pemburu rente tersebut merambah ke program bantuan sosial tentu saja masyarakat merasa kaget karena aksi tersebut telah mengusik hati nurani publik. Masyarakat tentu saja bertanya-tanya bagaimana mungkin dana yang diperuntukkan bagi kaum miskin dan warga yang terkena PHK akibat wabah Covid-19 tersebut dikorupsi?

Jawabannya adalah karena adanya perilaku oportunistik dari para pelaku ekonomi sebagaimana yang disampaikan oleh Williamson (1979). Pelaku ekonomi di sini mengacu kepada individu konsumen (rumah tangga), perusahaan, dan pemerintah.

Ketika pihak penguasa (pemerintah) dan pengusaha yang memiliki perilaku oportunistik tadi berkolusi, maka perburuan rente sudah dimulai. Para pemburu rente di sini mengacu kepada orang-orang yang berusaha mendapatkan tambahan kekayaan padahal mereka tidak memiliki kontribusi dalam kegiatan produksi dan penciptaan nilai tambah suatu barang.

Pihak penguasa (pemerintah) merupakan pihak yang memiliki kuasa untuk mengalokasikan sumber daya di suatu negara melalui serangkaian kebijakan yang dibuatnya. Pada kasus pengalokasian dana bansos, pihak Kementerian Sosial memiliki kuasa untuk menunjuk rekanan (pengusaha) terkait pengadaan sembako tersebut.

Pengusaha mana yang akan ditunjuk sebagai rekanan? Tentu saja bukan berdasarkan pada kapasitas perusahaan untuk menyediakan paket bansos dengan harga yang reasonable dan kualitas yang bagus.
Alih-alih kuasa tersebut malah diberikan kepada pengusaha yang bersedia menyediakan fee bagi pihak Kementerian Sosial. Oknum dari Kementerian Sosial mendapatkan fee sebesar Rp 10 ribu dari pengusaha yang ditunjuk untuk mengadakan paket sembako tersebut.

Mengingat paket sembako yang berasal dari dana stimulus ekonomi yang disalurkan bernilai triliunan, maka tidak mengherankan jika fee yang sudah berhasil dikumpulkan oleh para oknum tersebut berjumlah sekitar Rp 17 miliar.

Ironis memang, mengingat uang tersebut seharusnya disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan untuk dapat bertahan di tengah serangan wabah Covid-19. Perilaku para pemburu rente yang mementingkan keuntungan pribadi tersebut tentu saja sangat merugikan masyarakat, sehingga tidak mengherankan jika dunia maya sejak Minggu dini hari gempar mengutuk aksi para pemburu rente tersebut.

Aksi yang dilakukan oleh para pemburu rente di tengah wabah korona tentu saja harus dihentikan karena berdampak negatif terhadap kondisi perekonomian nasional. Upaya yang dilakukan oleh KPK sudah tepat yaitu memberi peringatan yang diikuti dengan OTT kepada pihak pemburu rente tersebut.

Pernyataan tegas dari Presiden yang menyatakan tidak akan melindungi koruptor merupakan suatu peringatan keras dan shock therapy kepada para pemburu rente yang masih merasa aman berburu di sektor-sektor lainnya.


Sahara Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB

____________________________________

Sourche : //news.detik.com/kolom/d-5284951

Upload by : cak_1 @ Jkt 07122020