PRAKATA

- HIDUP adalah sebuah pilihan dan setiap pilihan pasti ada konsekwensi-nya. Silahkan saja membenarkan diri terhadap apa yang telah dilakukan, tapi hati tidak pernah bohong dan parameter hukum/norma yang paling sempurna hanyalah ketentuan Allah SWT, jadi segeralah menuju pintu taubat, selama nafas masih ditenggorokan serta pintu taubat masih terbuka, sebelum segalanya jadi terlambat & penyesalan yang tiada guna lagi (Jkt, Juni 2012 rev.@jogja 8 Mei 2018) -

Rabu, 24 Juli 2019

Kenapa Kudu Melacur?

Kisah itu dimulai waktu ada seorang cowok Yahudi yang iseng ngaitkan ujung jilbab seorang cewek muslimah. Pas si cewek mau melangkah pergi robeklah kerudungnya dan kesingkaplah auratnya. Si cewek ngejerit, tapi malah tuh cowok Yahudi ketawa ngakak. Jadilah momen pelecehan itu membuat malu banget si cewek. Rasulullah SAW yang mendengar kabar itu nggak pake nanggung langsung memerintahkan umat Islam untuk berperang melawan Yahudi. Semua dilakuin buat ngebela harga diri dan kehormatan seorang muslimah.

Waktu pun berlalu ...
Jaman udah berubah. Banyak yang bilang udah kebolak balik malah. Cewek- cewek yang dulu dibelain harga dirinya, sekarang malah banyak yang sengaja mengekspose diri biar "kelihatan dan tampil" dimana mana. Nggak cuma itu, sebagian lain malah dengan senang ngejual diri mereka demi duit dan popularitas. Yang paling rame dan ampe sekarang beritanya masih rating tinggi  adalah soal daftar para oknum artis yang punya "kerjaan sampingan" sebage PSK.

Mungkin banyak dari kita yang kepo, kenapa sih mereka kudu melacur? Kebanyakan sih klise alasannya. Kebutuhan ekonomi, biasanya gitu. Mereka bilang kalo mereka butuh makan. Girls, tapi apa iya Allah sekejam itu, ampe kita kudu ambil jalan maksiat cuma buat kepentingan perut? Bahkan Allah telah berfirman "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”(QS. Hud: 6).

Bahkan buat binatang yang nggak punya akal aja Allah udah janji menuhin rejekinya. Nah lo,buat kita manusia pastinya bakal lebih kan asal mau usaha cari rejeki halal ? Lalu kenapa kudu melacur?

Girls, dijaman Rasulullah SAW dulu, pas umat muslim ketimpa cobaan karena di boikot sama orang-orang kafir mereka juga ampe kelaparan banget. Bahkan ampe ada yang kulitnya bersisik  karena saking laparnya. Tapi toh mereka ga punya sama sekali pikiran buat ngejual harga diri dengan melacur. Lalu kenapa kita yang nggak ampe segitunya kadang gampang cari jalan pintas dengan melacur?

Teman, pernahkah kita mikir, walaupun tujuannya baek tapi kalo kita dapatnya dengan cara yang haram, uang itu akan tetep haram. Ibaratnya kalo kita makan daging babi tapi pas makannya baca bismillah, itu nggak akan ngubah hukum haram babi itu trus jadi halal. Walopun seribu satu alasan baek kita ucapkan buat menghalalkan perbuatan melacur, tapi itu akan tetep haram no matter what. Dan uang yang didapat juga haram dan pasti nggak berkah. Dan parahnya lagi hidup juga nggak bakalan tenang. Tanya aja tuh ke pelakunya langsung gimana repotnya tiap detik tiap menit mereka kudu bisa kamuflase biar "kerjaan sampingan" mereka  itu nggak kebongkar. Mereka hidup dalam akting dan pura-pura dalam dunia yang mereka buat sendiri. Dan kalo ternyata akhirnya bakal ketahuan juga, ya Allah mau dimana bisa nyembunyiin rasa malu itu. Hidup cuma sekali ngapain sih kudu seribet itu?.


Yakin deh girls, bumi Allah itu luas, dan masih banyak banget sumber rejeki kita,tanpa harus ngelakuin hal seperti itu. Lagipula kita kan nggak akan selamanya hidup didunia.

Allah SWT berfirman,"Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia ini tidak akan dirugikan.Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di  akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah  apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Hud[11]: 15-16).
Girls, memang sih kita butuh harta, tapi kalo kita nggak diridho i dan bahagia dunia akherat, buat apaaa?. Emang kita mau tragedi Firaun dan Qarun kejadian di kita? mereka yang kaya raya tapi akhir hidupnya nggak asyik gitu karena nekat ngelanggar aturan Allah?.
So, jangan cuma mikir sesaat pas mau ngelakuin sesuatu dalam hidup kamu. Pertimbangkan masa depan,dan jangan pernah egois dengan ikut membuat malu orang-orang yang menyayangi kamu padahal mereka ga tau apa apa. Harta bukan segalanya. Tapi kehormatan, nama baik, dan Rasa malu adalah sebenar benarnya harta seorang wanita yang nggak bakal bisa kebeli sama harta...@_@
_________________________
Updated by Cak_1 @Jkt 24072019
Sourche : diaryhijaber.com

Selasa, 09 Juli 2019

Jadikan Ujian sebagai Hiasan Kehidupan

"Apapun yang bernama ujian dalam hidup, hakekatnya, Allah Ta'ala telah sesuaikan dengan kemampuan makhluk-Nya"

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’: 35).

TIDAK akan ada habisnya memperbincangkan masalah-masalah kehidupan yang ada di sekitar kita. Setiap kita memiliki pengalaman yang berbeda-beda dalam menghadapi setiap persoalan yang datang silih berganti. Hidup selalu bergandengan dengan masalahnya, dan kita berusaha sekuat tenaga menyelesaikannya dengan memohon pertolongan dari Allah Ta’ala.

Setiap yang diberi hidup pasti akan mendapatkan bagiannya dalam hal ujian. Apapun ujian yang dihadapi, baik itu masalah pribadi, problem keluarga, perjuangan untuk kemaslahatan umat atau menegakkan agama Allah, kesemuanya membutuhkan sikap cermat dan kesabaran yang utuh. Pun tidak ada kesempatan untuk mengelak dari apa yang sudah ditetapkan. Tidak juga dapat menghindar dari apa yang telah ditakdirkan. Masing-masing di antara manusia mendapatkannya secara adil dan merata.

Jika terdapat seorang makhluk yang mampu berbuat baik secara sempurna dalam beribadah kepada Allah dan ‘mumpuni’ dalam memberikan manfaat bagi hamba-hamba-Nya yang lain, maka baginya bagian yang besar berupa rahmat dari sisi Allah Ta’ala.

Sifat Manusia

Allah Ta’ala senantiasa memberikan yang terbaik kepada makhluk-Nya. Potensi dan kelebihan melekat pada diri manusia. Meski demikian, manusia memiliki kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri.

ng, saat dihadapkan pada masalah hidup, menjadi nyata dan nampak sifat kemanusiaannya. Terhadap persoalan hidup yang susah dan rumit orang cenderung mengeluh dan berkecil hati, seakan hidup ini tidak adil. Orang menjadi beranggapan negatif terhadap Tuhan. “Mengapa kesusahan hidup selalu menimpaku?”, atau dengan ungkapan lain “Kapan hidup keluargaku sejahtera dan berkecukupan?”. Pertanyaan semacam itu sangat mungkin muncul dalam kehidupan setiap orang.

Berkenaan dengan sifat manusia, Allah memberikan penjelasan :

“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.” (QS: Az-Zumar ayat 49)"

Terhadap segala macam nikmat dan ujian yang datang, manusia memiliki pilihannya sendiri. Siapapun bisa melakukannya, antara bersyukur, mengeluh, hingga kufur. Setiap pilihan membawa konsekuensi tersendiri bagi pelakunya.

Kecenderungan sifat manusia hendaknya mendapat perhatian khusus. Sifat manusia yang fluktuatif hendaknya dikelola, dikendalikan, dan diarahkan kepada hal-hal positif yang menjadikan pribadi manusia mampu menghadapi setiap tantangan yang dihadapi, ujian yang menghadang dan cobaan yang menimpa. Bukan untuk memupuk rasa egoisme dan merasa diri lebih baik atau lebih kuat dari yang lain.

Belajar dari Ujian

Di manapun dan kapanpun manusia akan menemukan ujian sesuai dengan apa yang telah Allah Ta’ala tetapkan. Ketentuan-Nya berlaku bagi siapapun tanpa terkecuali. Terhadap ujian yang diberikan itu hendaknya manusia berpikir dan merenungi akan hikmah dan pelajaran berharga di balik setiap ujian yang datang. Adakah itu peringatan, cobaan atau malah hukuman?

Allah telah mensinyalir keadaan manusia terhadap ujian yang dihadapi, firman-Nya:

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. (QS: Al-Fajr: 15)

Untuk itulah, sikap kita adalah pilihan kita. Menghadapi setiap ujian itu dengan sebentuk kesadaran akan kekuasaan Allah Ta’ala, dan pemaknaan ketidakberdayaan kita pada titik klimaks, dengan ujian tersebut menjadi wahana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Dengan pengertian ini konsekuensinya setiap yang diuji dengan berbagai macam kesulitan dan kesusahan, sikap sabar menjadi penguat kepribadiannya. Pun jika diuji dengan berbagai macam keberlimpahan harta dan kemudahan, sikap syukur dengan tidak melupakan bahwa apapun yang diterima adalah pemberian dan rahmat dari Allah Ta’ala, kemudian ada kepuasan dalam berbagi dengan sesama.

Namun jika perasaan prasangka negatif manusia cenderung dominan, maka akibatnya adalah sebagaimana firman-Nya:

“Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.” (QS: Al-Fajr: 16)

Maksud ayat di atas adalah Allah menyalahkan orang-orang yang mengatakan bahwa kekayaan itu adalah suatu kemuliaan dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti yang tersebut pada ayat 15 dan 16. Tetapi sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah ujian Tuhan bagi hamba-hamba-Nya.
Bagi mereka yang mendapat ujian berupa kesulitan hidup hendaknya menjadikan kesabaran sebagai hiasan kehidupannya, dengan membangun sebuah keyakinan bahwa kesulitan itu akan segera berganti kemudahan. Dan, cepat atau lambat, hal itu mudah bagi Allah.

Bagi mereka yang diberi kemudahan dan kesejahteraan hidup hendaknya mampu menunjukkan keteladanan nyata sebagaimana rasul saw dan para sahabat contohkan, yaitu kemauan untuk berbagai dengan sesama, dan kepedulian terhadap orang-orang sekitar yang berada di bawah garis kemiskinan. Jangan dilupakan, kesadaran bahwa yang dimiliki sekarang –dalam wujud kekayaan atau lainnya– sejatinya hanya titipan belaka. Sehingga jika Yang Maha Memiliki mengambilnya tidak akan merasa kehilangan sedikitpun, karena hanya titipan. Kapan saja Sang Pemilik berkehendak, akan menarik dan mencabutnya. Kesiapan dalam bentuk yang sedemikian ini agak sulit dipraktekkan oleh mereka yang merasa memiliki segalanya. Kadang keberlimpahan harta melalaikan siapapun. Silakan lihat QS. At-Takatsur ayat 1.

Rasul, kekasih Allah juga diuji

Setiap utusan Allah membawa risalah yang harus disampaikan kepada umatnya. Risalah tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan tantangan yang diberikan. Para rasul yang termasuk Ulul ‘Azmi adalah orang-orang yang tangguh dan sabar dalam menghadapi berbagai macam rintangan dan ujian. Betapa menegakkan agama Allah penuh dengan perjuangan baik harta, pikiran maupun nyawa sekalipun.
Perhatikan QS. Al-Baqarah ayat 124:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.
Di antara ujian terhadap Nabi Ibrahim alaihissalam adalah membangun Ka’bah, membersihkan ka’bah dari kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismail, menghadapi raja Namrudz dan lain-lain.

Di balik yang sedemikian hebat itu, Allah telah mengabulkan doa Nabi Ibrahim, karena banyak di antara rasul-rasul itu adalah keturunan Nabi Ibrahim. Sama halnya dengan Nabi Musa yang mendapat tantangan dakwah sangat berat. Nabi Muhammad pun juga mengalami kesulitan,dan para rasulpun merasakan hal yang sama, ujian dan cobaan datang silih berganti. Namun Allah Ta’ala menjanjikan datangnya pertolongan, dan setiap tantangan, kesulitan, ujian maupun cobaan semakin menambah keyakinan akan kebenaran agama Allah.
Refleksi Ujian

Allah Ta’ala memberikan segala sesuatu kepada hamba-Nya berdasarkan porsinya. Maknanya, jika kebaikan yang diberikan tidak sampai membuat hamba-Nya lalai dari bersyukur. Pun jika keburukan yang ditimpakan tidak akan melebihi kemampuan yang dimilikinya.

Mengapa Allah Ta’ala tidak memberikan beban melebihi kekuatan manusia? Tentunya ada hikmah yang luar biasa di balik itu. Dia Yang Maha Kuasa hendak menunjukkan kepada seluruh makhluk-Nya bahwa ada keterbatasan pada makhluk dan tanpa batas pada Pencipta.

Demikian juga ada banyak kelemahan pada manusia, sementara Tuhan Maha Sempurna. Maka makhluk yang bernama manusia selalu mendapatkan apa yang sepadan dengan kekuatan yang dimilikinya. Apapun yang bernama ujian dalam hidup, hakekatnya, Allah Ta’ala telah sesuaikan dengan kemampuan makhluk-Nya untuk menghadapi hal tersebut.
 
 لا يكلّفُ اللهُ نفسًا إلاّ وسعَها
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS: Al-Baqarah ayat 286)
Jika kesadaran akan kesanggupan yang dimiliki oleh setiap orang dalam mengarungi bahtera kehidupan yang penuh ombak dan badai ini maka untuk apa kita merasa berkecil hati atas segala sesuatu yang terjadi. Bukankah beban hidup selalu dibawah kekuatan yang diberikan Allah pada kita. Bukankah ujian itu sesuai dengan ‘kelas’ kita.

Setiap ujian yang menerpa selalu menjadi jalan untuk menapaki tingkatan keimanan ke jenjang yang lebih tinggi. Setiap cobaan menjadi batu loncatan untuk mengasah ketajaman nalar dan kepekaan sosial. Olah jiwa sedemikian tidak diajarkan di sekolah manapun. Yang mendapatkannya kapan dan di mana saja, di sanalah kesempatan untuk belajar dan menjadi pribadi yang mampu mewujudkan sikap sabar yang proaktif dan sikap hidup yang proaktif, tanpa adanya keluh kesah dan sikap apatis.
____________________________
Source : https://www.hidayatullah.com
Oleh : Mohammad In’ami
Updated : by cak_1 @Jkt 09072019