Maraknya berita di televisi dan
koran serta media sosial akhir-akhir ini semakin menguatkan,bahwa dalam politik
pasti akan selalu bersinggungan dengan urusan 3 Ta (Harta, Tahta dan Wanita).
Pemimpin-pemimpin politik di dunia dan Indonesia, Mayoritas tak bisa dilepaskan
dari urusan 3 Ta tadi.
Coba perhatikan pemimpin dunia masa lalu, segagah Napoleon Bonaparte menaklukan Mesir, akhirnya Takluknya pada seorang perempuan Cleopatra. Di Indonesia, dari semua vase perjalanan republik ini politik penuh dengan bumbu intrik perebutan tahta, perebutan harta dan gejolak gairah asmara wanita.
Zaman Bung Karno identik dengan gaya flamboyan dengan perempuan-perempuan cantiknya, Beliau tokoh besar dengan tampilan gagah, pintar, berjiwa seni yang dapat dikategorikan pengagum dan pecinta wanita. Sementara zaman Orde Baru pemimpinnya entah itu presiden, para menterinya banyak yang tersangkut urusan penumpukan harta dan juga perempuan (meski terbuka di akhir-akhir)
Zaman sekarang era reformasi, para pejabat politik entah itu bupati/walikota, gubernur, legislator, menteri banyak juga yang tersandung masalah harta dan wanita. Mereka dengan kekuasaan politiknya digelontorkan fasilitas materi, disodorkan banyak pesona godaan perempuan-perempuan cantik. Ada yang mencoba dengan cara legal dengan mengoleksi beberapa istri dengan cara poligami, ada pula dengan cara sirri dan menjadikan perempuannya sebagai istri simpanan.
Kasus LHI dan Ahmad fathonah menjadi kotak pandora yang membuncah terbuka seputar praktek 3 Ta di lingkungan politik itu. Memang seolah menjadi rumus yang linear antara kekuasaan politik yang dimilikinya berkorelasi dengan tingkat godaan untuk mengumpul harta, lalu karena sudah punya banyak harta, apapun bisa di beli. Entah daging seharga 10 Juta, seharga mobil jazz atau uang ratusan juta lainnya. Mau yang seperti apapun ada, dan bisa diatur. Mau Pushtuun atau Jawa as Sarkiya atau Gharbiyya Yang penting fulus nya ada.
Jika kita para politisi sudah berada dalam lingkaran ketegangan politik, atau pernah terjerat dalam godaan 3 Ta itu, dan mampu melewatinya dengan baik, sudah kembali ke jalan yang benar, maka ada baiknya kita kembali merumuskan dan meluruskan niat kita terjun ke dalam dunia politik. Politik itu mulia, politik itu bagian dari Syari’ah kata Imam Al-Ghazali ” Assyiasatu juz’un min ajzaais syarii’ah”.
Politik merupakan salah satu cara untuk terciptanya percepatan hadirnya kemaslahatan dan kemanfaatan bagi ummat dan masyarakat. Karena dengan politik kita bisa melakukan banyak hal dari kebijakan yang diberikan oleh rakyat melalui keputusan politiknya. Hakikatnya pemerintahlah yang kaya, yang punya banyak uang. Ratusan bahkan ribuan trilyun uang rakyat di APBN dan APBD setiap tahunnya dikelola oleh politik melalui elit-elitnya di eksekutif dan legislatif.
Jangan terus berputar dalam lingkaran Harta, Tahta dan Wanita tadi. Karena kemenangan sebuah kekuatan politik (partai) dengan diwarnai kecurangan dan praktek kotor menggasak uang kementerian dan uang rakyat, hanya akan semakin menyemarakan praktik hubbuddunya dengan kenyamanan kekuasaan di tangan, semakin ingin menumpuk-numpuk harta dan semakin ingin mengoleksi banyak wanita. Padahal hidup di dunia hanya sementara. Azal pasti datangnya, setiap amal baik buruk pasti ada balasannya.
Politik sama dengan Harta, Tahta dan Wanita, terlalu mencintainnya hanya akan mengeraskan hati. Bersyukurlah mereka yang sudah mampu melewatinya, dan menjalankan politik dengan kemerdekaan dan kebebasan hati, mewarnainya dengan keterangbenderangan cahaya hidayah dan bagusnya niat.
Almarhum KH. Ilyas Ruhiyat dari ponpes Cipasung dan pernah menjadi Rois ‘Am PBNU semasa Gus Dur pernah berwasiat, jalankanlah perjuangan apapun (termasuk politik) dengan 4 prinsip, Khusnun Niyat (niat yang baik), Khusnud dzhan (Baik sangka), Khusnut Tafahum (baik pemahaman), Istiqomah (kukuh pendirian/tak mudah tergoyahkan).
Politik itu bukan membela yang bayar, tapi membela yang benar, politik itu bukan hanya slogan dan jargon katakan tidak pada korupsi padahal Iya, juga bukan bersih dan peduli lalu kemudian penuh noda dan hanya peduli kelompoknya. Politik itu tidak sama dengan Harta, Tahta dan Wanita.
Coba perhatikan pemimpin dunia masa lalu, segagah Napoleon Bonaparte menaklukan Mesir, akhirnya Takluknya pada seorang perempuan Cleopatra. Di Indonesia, dari semua vase perjalanan republik ini politik penuh dengan bumbu intrik perebutan tahta, perebutan harta dan gejolak gairah asmara wanita.
Zaman Bung Karno identik dengan gaya flamboyan dengan perempuan-perempuan cantiknya, Beliau tokoh besar dengan tampilan gagah, pintar, berjiwa seni yang dapat dikategorikan pengagum dan pecinta wanita. Sementara zaman Orde Baru pemimpinnya entah itu presiden, para menterinya banyak yang tersangkut urusan penumpukan harta dan juga perempuan (meski terbuka di akhir-akhir)
Zaman sekarang era reformasi, para pejabat politik entah itu bupati/walikota, gubernur, legislator, menteri banyak juga yang tersandung masalah harta dan wanita. Mereka dengan kekuasaan politiknya digelontorkan fasilitas materi, disodorkan banyak pesona godaan perempuan-perempuan cantik. Ada yang mencoba dengan cara legal dengan mengoleksi beberapa istri dengan cara poligami, ada pula dengan cara sirri dan menjadikan perempuannya sebagai istri simpanan.
Kasus LHI dan Ahmad fathonah menjadi kotak pandora yang membuncah terbuka seputar praktek 3 Ta di lingkungan politik itu. Memang seolah menjadi rumus yang linear antara kekuasaan politik yang dimilikinya berkorelasi dengan tingkat godaan untuk mengumpul harta, lalu karena sudah punya banyak harta, apapun bisa di beli. Entah daging seharga 10 Juta, seharga mobil jazz atau uang ratusan juta lainnya. Mau yang seperti apapun ada, dan bisa diatur. Mau Pushtuun atau Jawa as Sarkiya atau Gharbiyya Yang penting fulus nya ada.
Jika kita para politisi sudah berada dalam lingkaran ketegangan politik, atau pernah terjerat dalam godaan 3 Ta itu, dan mampu melewatinya dengan baik, sudah kembali ke jalan yang benar, maka ada baiknya kita kembali merumuskan dan meluruskan niat kita terjun ke dalam dunia politik. Politik itu mulia, politik itu bagian dari Syari’ah kata Imam Al-Ghazali ” Assyiasatu juz’un min ajzaais syarii’ah”.
Politik merupakan salah satu cara untuk terciptanya percepatan hadirnya kemaslahatan dan kemanfaatan bagi ummat dan masyarakat. Karena dengan politik kita bisa melakukan banyak hal dari kebijakan yang diberikan oleh rakyat melalui keputusan politiknya. Hakikatnya pemerintahlah yang kaya, yang punya banyak uang. Ratusan bahkan ribuan trilyun uang rakyat di APBN dan APBD setiap tahunnya dikelola oleh politik melalui elit-elitnya di eksekutif dan legislatif.
Jangan terus berputar dalam lingkaran Harta, Tahta dan Wanita tadi. Karena kemenangan sebuah kekuatan politik (partai) dengan diwarnai kecurangan dan praktek kotor menggasak uang kementerian dan uang rakyat, hanya akan semakin menyemarakan praktik hubbuddunya dengan kenyamanan kekuasaan di tangan, semakin ingin menumpuk-numpuk harta dan semakin ingin mengoleksi banyak wanita. Padahal hidup di dunia hanya sementara. Azal pasti datangnya, setiap amal baik buruk pasti ada balasannya.
Politik sama dengan Harta, Tahta dan Wanita, terlalu mencintainnya hanya akan mengeraskan hati. Bersyukurlah mereka yang sudah mampu melewatinya, dan menjalankan politik dengan kemerdekaan dan kebebasan hati, mewarnainya dengan keterangbenderangan cahaya hidayah dan bagusnya niat.
Almarhum KH. Ilyas Ruhiyat dari ponpes Cipasung dan pernah menjadi Rois ‘Am PBNU semasa Gus Dur pernah berwasiat, jalankanlah perjuangan apapun (termasuk politik) dengan 4 prinsip, Khusnun Niyat (niat yang baik), Khusnud dzhan (Baik sangka), Khusnut Tafahum (baik pemahaman), Istiqomah (kukuh pendirian/tak mudah tergoyahkan).
Politik itu bukan membela yang bayar, tapi membela yang benar, politik itu bukan hanya slogan dan jargon katakan tidak pada korupsi padahal Iya, juga bukan bersih dan peduli lalu kemudian penuh noda dan hanya peduli kelompoknya. Politik itu tidak sama dengan Harta, Tahta dan Wanita.
____________________________
Sumber : http://www.riau24.com/artikel/pak-belalank/289-harta-tahta-dan-wanita-di-lingkaran-politik
Di Upload : By Cak_Onedy, Jakarta September 25th 2013